Friday, January 2, 2009

legalisasi aborsi

LEGALISAI ABORSI

Minggu-minggu ini para wakil rakyat tengah memproses amandemen Rancangan Undang-Undang (RUU) 23/1992 tentang kesehatan. Amandemen ini sebenarnya sudah disuarakan sejak tahun 2003. Bulan April 2003 kelompok yang mendukung aborsi, seperti Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), mengusulkan agar Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan diamendemen. Salah satu persoalan yang diusung adalah legalisasi (pengesahan) aborsi alias pengguguran kandungan. Akan tetapi, saat itu upaya tersebut tidak berhasil. Rancangan Undang-Undang yang kini tengah ramai dibicarakan merupakan kelanjutannya. Karenanya, sekalipun dikemas dengan istilah kesehatan reproduksi, di dalamnya dapat ditangkap adanya upaya menuju legalisasi aborsi (pengguguran kandungan).

Logika Keliru
Pihak-pihak yang menghendaki legalisasi aborsi (pengguguran kandungan) mendasarkan alasannya pada realitas sebagai sumber hukum. Indonesia dikenal sebagai negara dengan Angka Kematian Ibu (AKI) tertinggi di Asia Tenggara. Tahun 1997 saja tercatat 373 AKI per-100.000 kelahiran hidup. Aborsi diperkirakan menyumbang 11.1% terhadap AKI, bahkan menurut Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes bisa mencapai 50%. Karenanya, menurut mereka, aborsi sudah lama terjadi. Namun, karena tidak legal, maka aborsi sering dilakukan dengan tidak aman. Akibatnya, aborsi sering mengakibatkan kematian ibu. Berdasarkan hal ini, untuk mengurangi risiko kematian ibu, maka aborsi harus dilegalkan agar aman dan dapat menjamin kehidupan ibu. Cara berpikir seperti ini kelihatannya mulia, seakan-akan berpihak kepada ibu, padahal kenyataannya tidaklah demikian.

Mengapa aborsi itu terjadi? Kebanyakan alasan yang diungkap sebagai penyebab aborsi adalah Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) seperti hamil di luar nikah, incest (hubungan seks sedarah), dan perkosaan. Kalau ini merupakan penyebab aborsi maka yang harus dilakukan adalah menghilangkan penyebab tersebut. Kita hendaknya tidak berpikir di tataran akibat, melainkan pata tataran sebab. Apa sebenarnya akar penyebab KTD tersebut? Apa penyebab hamil di luar nikah? Apa penyebab incest? Apa penyebab perkosaan? Semuanya adalah akibat sekularisme, paham yang memisahkan agama dari kehidupan, yang kemudian melahirkan liberalisme (kebebasan).

Paham sekularisme merupakan paham yang menolak campur tangan Allah SWT sang Pencipta sebagai pengatur kehidupan. Sekularisme memandang, manusialah yang harus mengatur kehidupan ini. Akibatnya, manusia hanya berpikir tentang apa yang terjadi, lalu menjadikannya sebagai dasar hukum. Cara berpikir seperti ini tampak terjadi pada kasus upaya legalisasi aborsi.
Dari sekularisme ini lahirlah liberalisme, yakni paham kebebasan, yang kemudian menghasilkan kehidupan yang serba bebas. Pornoaksi dan pornografi ada di mana-mana. Pergaulan bebas sudah dianggap biasa. Aurat diumbar di setiap tempat. Keharaman khalwat (berdua-duaan dengan lain jenis yang bukan mahram) tidak lagi diingat. Aturan Islam tentang mahram pun dicampakkan. Hukuman bagi pezina juga tidak ada jika pelakunya suka sama suka. Pemerkosa hanya dihukum penjara. Akibatnya, terjadilah hamil di luar nikah, incest, atau perkosaan.

Di sisi lain, sistem Kapitalisme yang lahir dari rahim sekularisme yang diterapkan di dunia, termasuk di Indonesia, tidak lagi memperhatikan kebutuhan pokok individu rakyat. Akibatnya, sepasang suami-istri, karena alasan biaya, ada yang tidak menghendaki kehamilan. Saat hamil pun, kehamilannya tidak dikehendaki.

Aborsi: Problem Masyarakat Barat
Aborsi (al-ijhâdl) adalah salah satu persoalan masyarakat Barat yang muncul akibat kebejatan moral masyarakatnya, banyaknya kehamilan di luar nikah (hasil perbuatan zina) yang tidak terhitung lagi, serta membudayanya pergaulan bebas. Prosentase kehamilan di luar nikah tersebut bahkan telah mencapai 45% dari seluruh kehamilan. Di beberapa negara Barat, prosentase kehamilan di luar nikah bahkan telah mencapai 70%. Akibatnya, negara-negara seperti Jepang, India, Korea Utara, Taiwan, Inggris, Hungaria, Australia, Zambia, Kuba, Puerto Rico, Mongolia, China, Amerika Utara, Vietnam, sebagian negara di Eropa, dan Tunisia melegalkan aborsi (pengguguran kandungan).

Kehamilan di luar nikah ini adalah akibat praktek seksual masyarakat Barat yang liar. Itu karena mereka mengadopsi ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) dan liberalisme (kebebasan individual) yang telah memperbolehkan manusia untuk bersenang-senang dalam hidupnya dengan segala cara. Di Barat, perzinaan dan pergaulan bebas di luar nikah telah menjadi perkara yang lumrah dan ditoleransi oleh undang-undang.

Berdasarkan hal itu, tampak jelas bahwa akar penyebab terjadinya Kehamilan Tak Dikehendaki (KTD), yang kemudian mendorong terjadinya aborsi, adalah sekularisme yang melahirkan liberalisme. Karenanya, selama sekularisme dan liberalisme diterapkan, maka selama itu pula aborsi tidak akan hilang.

Pada sisi lain, keselamatan yang harus diperhatikan bukan hanya ibu, melainkan juga anak yang dikandung. Janin yang ada di rahim ibu adalah pasien kedua. Janin yang sudah memiliki organ tubuh lengkap serta hidup harus diselamatkan. Membunuhnya dengan cara aborsi sama dengan membunuh manusia dewasa. Apa bedanya membunuh manusia usia lanjut (manula), dewasa, remaja, anak-anak, balita, dengan janin yang sudah berwujud manusia dalam rahim? Sama, sama-sama membunuh.

Janin bukanlah satu-satunya korban. Perempuan yang diaborsi adalah juga korban sama seperti si janin. Perempuan yang diaborsi berarti membiarkan rahimnya dirusak, terinfeksi, diporakporandakan. Bahkan, ada yang disterilkan. Semua itu sebagai akibat dilakukannya operasi aborsi. Sayang, masih sedikit perempuan yang memahaminya. Dengan demikian, dalih bahwa legalisasi aborsi demi kesehatan perempuan bertentangan dengan realitas sebenarnya.

Pandangan Islami
Aborsi boleh jadi dilakukan sesudah ataupun sebelum peniupan ruh ke dalam janin. Seluruh fuqaha (ahli fikih) telah sepakat bahwa aborsi setelah peniupan ruh (ada yang berpendapat 40 hari ada yang 120 hari) hukumnya haram, baik yang menggugurkan tersebut ibu si janin, bapaknya, dokter, maupun dari seseorang yang menganiaya pihak perempuan. Aborsi ini haram karena merupakan penganiayaan terhadap jiwa manusia yang terpelihara darahnya (ma'shûm ad- dam) dan merupakan suatu tindak kriminal yang mewajibkan diyat (tebusan). Besarnya diyat atas aborsi adalah satu ghurrah (seorang budak laki-laki atau perempuan), dan nilainya adalah sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor unta, karena diyat manusia sempurna = 100 ekor unta). Allah SWT berfirman:
Janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS al-An'am [6]: 151).

Abu Hurairah ra. juga menuturkan:
Rasulullah saw. memberikan keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Ciri-ciri minimal janin yang mengharuskan diyat satu ghurrah, ialah bahwa bentuknya sudah mempunyai bentuk tubuh manusia normal secara jelas, seperti adanya jari, tangan, kaki, kuku, atau mata. Jadi, pengguguran janin setelah ditiupkannya ruh ke dalamnya adalah haram menurut seluruh fuqaha tanpa ada perbedaan pendapat lagi.

Adapun pengguguran janin sebelum ditiupkannya ruh ke dalamnya, dalam hal ini, para fuqaha telah berbeda pendapat. Di antara mereka ada yang membolehkannya dan ada pula yang mengharamkannya sesuai dengan rincian tahapan penciptaan janin.

Hukum syariat yang menjadi dugaan kuat kami, ialah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Jadi, hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Pelakunya wajib membayar diyat, yang besarnya sepersepuluh diyat manusia sempurna. Ini karena jika janin telah memasuki fase penciptaan, dan tampak padanya beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, mata, kuku, dan lain-lain, maka dapat dipastikan pada saat itu janin sedang berproses untuk menjadi manusia sempurna. Dengan demikian, hadis mengenai keharaman pengguguran kandungan di atas dapat diterapkan pada fakta tersebut.

Ibnu Mas'ud ra. juga menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:

Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), "Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?" Allah kemudian memberi keputusan sebagaimana yang dikehendakinya. (HR Muslim).

Hadis di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya adalah setelah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda kehidupan yang terpelihara darahnya (ma'shûm ad-dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya, padahal Allah SWT telah mengharamkan pembunuhan seperti itu dalam firman-Nya:
Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh. (QS at-Takwir []: 8-9).

Adapun pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (jâ'iz). Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah) sehingga hadits mengenai pengguguran janin di atas (HR al-Bukhari dan Muslim) tidak cocok untuk diterapkan pada fakta tersebut. Namun, realitas sekarang menunjukkan hal ini hampir tidak terjadi. Umumnya, aborsi dilakukan di atas 6 minggu (42 hari). Satu hal yang harus diperhatikan, kebolehan ini mesti memperhatikan hukum yang lain. Misalnya, apakah jiwa si ibu terancam. Dengan kata lain, kebolehan pengguguran kandungan pada usia kehamilan di bawah 40 hari haruslah dipandang sebagai solusi pada saat nyawa si ibu terancam dan atau tidak menimbulkan efek apapun baginya. Apabila tidak ada alasan apapun, maka terimalah anak sebagai karunia Allah SWT. Janganlah takut mempunyai anak hanya karena-misalnya-takut miskin. Allah SWT berfirman:

Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kamilah yang akan memberikan kepada kalian rezeki dan kepada mereka. (QS al-An'am [6]: 151).

Wahai kaum Muslim: Kita menghendaki generasi penerus yang kuat. Kita merindukan para ibu yang sehat. Karenanya, marilah kita segera mencabut akar penyebab aborsi; mari kita segera melenyapkan sekularisme dan liberalisme dari kehidupan masyarakat kita!

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com