Sunday, January 11, 2009

Lebih Pintar

Minah pergi ke sungai bermaksud mencuci baju. Ketika baru mulai kegiatannya mencuci, dilihatnya seekor ikan terjepit di antara bebatuan menggelepar-gelepar. Begitu Minah menghampirinya, si ikan berkata,

"Kalau kamu menolongku, aku akan mengabulkan tiga permintaanmu.
Tapi ingat, apa yang kamu minta membuat suamimu mendapatkannya sepuluh kali lipat."

Minah pun menolong ikan tersebut dan minta supaya wajahnya diubah menjadi cantik.
"Tapi suamimu akan menjadi paling tampan di dunia," kata ikan mengingatkan.
"Nggak masalah," jawab Minah. Abrakadabra? jadilah Minah wanita yang amat cantik.

Permintaan kedua, Minah ingin menjadi kaya.
"Ingat, suamimu akan sepuluh kali lebih kaya," kata ikan. "Ah, nggak apa-apa. Miliknya kan milikku juga."
Abrakadabra? jadilah Minah orang yang kaya.

"Lalu permintaan ketiga?" tanya ikan.
"Aku ingin mendapatkan serangan jantung ringan."

IPTN

Suatu ketika (dua tahun dari sekarang). Beberapa negara maju tampaknya sudah mulai berani investasi di Indonesia. Mulailah wakil wakil negara itu mengirim Technokrat dan Perdana Menterinya. Sampailah mereka pada pembahasan perusahaan2 milik negara (BUMN), yang seharusnya amat menguntungkan itu. Ketika pembahasan sampai kepada industri pesawat terbang (IPTN), tampillah sodara Ilham Habibie untuk presentasi.

"Suatu kehormatan bagi kami bisa presentasi di hadapan bapak-bapak"

Mahatir (Malaysia) : "To the Point saja, apa yang sodara banggakan dari IPTN ?"

Ilham :" Oke, ternyata kami tidak lagi memproduksi pesawat Yang mulia, kami telah memproduksi roket "
(sambil dengan bangga memperlihatkan prototype yang masih anget).

Tony Blair (Inggris) : "Trus, apa keunggulan roket IPTN ini ?"

Ilham : "Kalo Amerika cuma bisa mendaratkan manusia pertama di bulan, maka Roket kami akan bisa mengantarkan manusia ke matahari"

Hadirin : " wow......!

Tony Blair : "Eh, eh... sebentar mas...,itu apakah Roket anda ngga kebakar, kalo mendarat di matahari. Kan panas disana..."

Ilham (dengan santainya menjawab) : "Lho, jangan khawatir pak, saya dan team sudah dengan cermat memperhitungkan, sehingga Roket kita akan sampai Matahari pada malam hari....

Hadirin : "Ooh......(manggut manggut)

Anggota Dewan

Suatu hari di salah satu ruangan di gedung MPR/DPR, seorang anggota dewan yang baru diangkat, tampak masih canggung, lugu dan serba kikuk.

Rupanya dia wakil dari daerah dan belum pernah bekerja atau punya ruangan yg megah.
Beberapa saat kemudian, ada yg mengetuk pintu ruangannya.
Setelah dibuka, berdiri dihadapannya 2 orang dengan kopor besar dan
segulungan kabel.

"Wah..., ini pasti wartawan TV-RCTI mau mewawancarai aku...",
pikirnya dalam hati.
Agar tampak berwibawa dan membela rakyat, sambil melihat jam dan mengangkat telpon dia berkata : "Maaf tunggu sebentar, saat ini saya harus menghubungi ketua fraksi untuk melaporkan hasil hasil sidang hari ini..."

Kemudian selama berberapa puluh menit dia menelpon dan terlibat pembicaraan tingkat tinggi, sambil sekali sekali menyebut nyebut 'demi rakyat' atau 'kepentingan rakyat' keras keras. Setelah selesai, sambil meletakkan gagang telephone dia berkata pada dua orang tamunya tersebut.

"Nah, sekarang wawancara bisa kita mulai".

Kedua orang itu tampak bingung dan berpandangan satu sama lain.
Akhirnya salah satu berkata :
"maaf pak..., kami datang kesini mau memasang saluran telp. Bapak..."

Sepatu Kulit Buaya

Seorang perempuan sangat ingin mempunyai sepatu dari kulit buaya.
Diapun pergi ke toko sepatu dan kecewa karena mahalnya.

"Mahal amat sih," tanya si perempuan
"Kalau ingin murah ya menangkap buaya sendiri saja sana," ketus si
pemilik toko.

Terinspirasi oleh perkataan si pemilik toko, perempuan tersebut pergi
ke sungai besar di daerah situ sambil membawa senjata api. Beberapa saat
kemudian si pemilik toko datang dan terkagum-kagum melihat tiga ekor
buaya mati ditumpuk di pinggir sungai. Sementara itu si perempuan
terlihat di tengah sungai sedang membidikkan senjatanya ke seekor buaya
lainnya.

Suara tembakan terdengar, kemudian si perempuan menyeret buaya ke-empat
ke pinggir sungai dan kemudian menyumpah , "
SIALAN..!! YANG INI JUGA NGGAK PAKAI SEPATU..!"

Surat Cinta

Suatu hari ada seorang pengusaha yang tidak pernah bergaul dengan cewek disuruh ibunya agar mengirim surat buat seorang gadis untuk dijadikan isterinya.
"Akh itu gampang bu !",ujar si pengusaha itu. Lalu dibuatlah sebuah surat yang bunyinya begini:

Kepada Yth. Sdri. Irene di Jakarta
Hal : Penawaran Kesepakatan

Dengan Hormat,

Saya sangat gembira memberitahukan Anda bahwa saya telah jatuh cinta kepada Anda terhitung tanggal 10 Agustus lalu. Berdasarkan rapat keluarga kami tanggal 11 Agustus lalu pukul 19.00 WIB, saya berketetapan hati untuk menawarkan diri sebagai kekasih Anda yang prospektif.

Hubungan cinta kita akan menjalani masa percobaan minimal 3 bulan sebelum memasuki tahap permanen. Tentu saja, setelah masa percobaan usai, akan diadakan terlebih dahulu on the job training secara intensif dan berkelanjutan. Dan kemudian, setiap tiga bulan selanjutnya akan diadakan juga evaluasi performa kerja yang bisa menuju pada pemberian kenaikan status dari kekasih menjadi pasangan hidup.

Biaya yang dikeluarkan untuk ke rumah makan dan shooping akan dibagi 2 sama rata antara kedua belah pihak. Selanjutnya didasarkan pada performa dan kinerja Anda, tidak tertutup kemungkinan bahwa saya akan menanggung bagian yang lebih besar pengeluaran total. Akan tetapi, saya cukup bijaksana dan mampu menilai, jumlah dan bentuk pengeluaran yang Anda keluarkan nantinya.

Saya dengan segala kerendahan hati meminta anda untuk menjawab penawaran ini dalam waktu 30 hari terhitung tanggal penerimaan surat. Lewat dari tanggal tersebut, penawaran ini akan dibatalkan tanpa pemberitahuan lebih lanjut, dan tentu saja saya akan beralih dan mempertimbangkan kandidat lain.

Saya akan sangat berterima kasih apabila Anda berkenan untuk meneruskan surat ini kepada adik perempuan, sepupu bahkan teman dekat anda, apabila Anda menolak penawaran ini.

Demikian penawaran yang dapat saya ajukan dan sebelumnya terima kasih atas perhatiannya.


Hormat saya,
Pengusaha yang prospektif

Singa

FREDDY BERBURU KE AFRIKA. TENGAH HARI ROMBONGANNYA BERJUMPA DENGAN SEEKOR SINGA.

"HARAP TENANG," KATA PEMANDUNYA.
BERDASARKAN BUKU YANG SAYA BACA, KALAU KITA TIDAK BERGERAK, SINGA ITU TIDAK AKAN MENGGANGGU DAN SEGERA MENINGGALKAN TEMPAT INI.

TAPI FREDDY MENYELA, "APAKAH SINGA ITU JUGA MEMBACA BUKU YANG KAMU BACA ?"

WAH ABANG NGGAK TAU NENG

Alkisah ada seorang wanita yang cantik, sexy, mulus,
putih pokoknya nggak ada cacat2nya dech... Tapi ada
satu kekurangannya, yaitu matanya udah rabun deket, parah lagi...

Suatu hari ia dateng ke tempat bikin tatto, dan minta dibikinin tatto
di kedua pahanya, yaitu gambar krisdayanti dan yuni shara.
Seneng bener dah tuh tukang tattonya, bayangin aja disuruh bikin tatto
di paha.

Setelah selesai wanita itu pulang menuju rumahnya, tapi ia lupa
menanyakan ke tukang tatto tersebut, gambar krisdayanti di paha kiri atau
kanan, atau yang yuni shara di kiri atau di kanan?.

Akhirnya ia ketemu dengan bapak-bapak. "Pak, tolong liatin donk mana
sich yang gambar yuni shara?...", tanya wanita itu sambil membuka
celananya.
Kontan saja bapak itu marah2"dasar orang gila kamu... pergi sana!.."
Kemudian wanita itu bertemu dengan seseorang lagi, dan bertanya
pertanyaan yang sama.
Ternyata orang itu adalah dokter jiwa... "Wah, dasar kamu orang nggak
waras. Ayo ikut saya, kamu saya kirim ke RS jiwa..."

Singkat kata wanita itu di RS jiwa, dan satu sel dengan orgil juga.
Anehnya wanita itu masih aja bertanya pertanyaan yang sama kepada orang
gila tsb.
"Bang, saya mau tau nich... yang mana gambar krisdayanti dan yang mana
yuni shara yach...?" tanya wanita itu sambil membuka celananya.
Dan orang gila itu menjawab... "Waduh... abang nggak tau neng... tapi
yang jelas sih yang tengah ... AHMAD ALBAR...`

Tukang apa ?

Tukang apa yang akan lari jika dipanggil? Makin dipanggil, makin cepat ia berlari........jawabnya : TUKANG COPET.

Tipuan Mata

Bill Gates meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan. Ia mendapatkan dirinya berada di sebuah tempat api penyucian (dosa). Tuhan berada di sana dan berkata, "Baiklah, Bill, Saya benar2x bingung dengan panggilan ini. Saya tidak begitu yakin, apakah saya harus mengirimkan kamu ke neraka atau ke surga. Karena saya lihat, kamu sudah membantu masyarakat dengan meletakkan komputer di setiap rumah hampir di seluruh dunia dan menciptakan Windows 95 yang sangat menakjubkan itu. Akan saya perbuat sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya.

Khusus untuk kasus ini, saya akan memberikan kebebasan kepadamu untuk memutuskan dimana kamu ingin tinggal." Bill menjawab, "Baik, terima kasih Tuhan. Tapi apa bedanya antara surga dan neraka itu? Tuhan berkata, "Saya mengijinkan kamu untuk mengunjungi keduanya dahulu supaya kamu lebih mudah mengambil keputusan". "Oke. Kalau begitu, saya coba melihat neraka dulu."

Kemudian Bill pergi ke neraka. Ternyata ia melihat bahwa neraka merupakan tempat yang sangat indah, bersih dengan pantai pasir putihnya disertai air yang bening. Dan terdapat ribuan wanita cantik yang berlarian, berenang, bermain air, tertawa riang gembira. Matahari pun bersinar cerah dengan suasana yang sejuk dan nyaman, sempurna sekali. Bill tampak sangat senang. "Wow, luar biasa!!! Indah sekali di sana!!", katanya kepada Tuhan, "Kalau neraka saja seperti itu, saya ingin sekali melihat surga!" "Baik," kata Tuhan.

Segera mereka pergi ke surga untuk melihat suasana di sana. Bill melihat surga yang berada di tempat tinggi dengan diliputi awan2x. Berlaksa- laksa malaikat sedang bermain harpa dan bernyanyi. Dia merasa damai melihat suasana di surga tapi dia tidak tampak bergairah seperti ketika melihat neraka.

Bill berfikir sejenak, dan akhirnya mengambil keputusan. "Hmm, saya pikir... saya akan betah tinggal di neraka, Tuhan." Dia berkata kepada Tuhan. "Baiklah, kalau begitu," jawab Tuhan, "sesuai dengan keinginanmu."

Kemudian Bill Gates pergi dan tinggal di neraka. Dua minggu kemudian, Tuhan ingin melihat keadaan sang Jutawan, Bill Gates, ini untuk memastikan keadaannya baik2x saja dan apa yang sedang dilakukan. Ketika Tuhan sampai di neraka, Ia menemukan Bill sedang berada di lorong yang gelap dan berteriak di tengah2x api yang menyala-nyala. Ia merasa terbakar dan tersiksa.

"Bagaimana keadaanmu, Bill?", Tuhan bertanya. Bill menjawab dengan suara yang berat, penuh penderitaan dan tak berpengharapan. "Sangat mengerikan, Tuhan. Ini tidak sama seperti apa yang saya lihat kemarin. Dimana pantai berpasir putih, wanita2x cantik yang dulu ada di sini itu?? Apa yang terjadi Tuhan??" Tuhan berkata, "Oh Itu kan hanya screen saver, Bill!"

Tidak untuk berkelahi

Seorang pemuda memperlihatkan sebuah cincin kepada teman wanitanya. Pada cincin itu terukir nama si wanita.

"Kawinlah denganku," kata pemuda itu,
"dan kita hidup bahagia."
"Tapi aku sudah mencintai yang lain!"
"Katakan siapa orang itu?"
"Oh, tidak! Aku tidak ingin kalian berkelahi karena diriku."
"Siapa yang berkelahi?" kata pemuda itu,
"Aku hanya ingin menjual cincin ini kepadanya."

Tidak Tahan

Sepasang pengantin baru mengalami gangguan kesehatan. Setelah diperiksa
dengan teliti, dokter menyimpulkan hal itu disebabkan frekuensi hubungan
seks yang terlalu tinggi buat mereka.
"Sebaiknya untuk sementara kalian batasi dulu kegiatan seks kalian, tiga
kali saja seminggu. Untuk memudahkan mengingat, saya sarankan untuk
melakukan hubungan intim hanya pada hari yang berawalan dengan S,
yaitu Senen, Selasa dan Sabtu," saran dokter.
Akan tetapi pada malam ketiga puasa si suami tidak tahan lagi. Ia mencumbu
istrinya yang sedang tidur sampai terbangun.
"Hari apa ini Mas?" tanya si istri.
"Sumat."


Tes Masuk Surga

Tukang sampah, dokter dan pengacara akan masuk surga, malaikat penjaga pintu mengetes untuk bisa masuk.

Pertanyaan pertama untuk tukang sampah,

malaikat : nama kapal besar yang menabrak tebing es yang membawa banyak korban ?

tukang sampah : sepertinya itu titanic

malaikat : bagus, sekarang kamu dokter, berapa jumlah korbannya ?

dokter : sekitar 1.500

malaikat : bagus, yang terakhir kamu pengacara ?

pengacara : ya apa itu ?

malaikat : sebutkan nama-nama korban itu tadi ?

Telur gajah

satulelaki.com - Seorang anak kecil ketika sedang bermain, menemukan sebuah batu yang berbentuk seperti telur dengan ukuran yang besar. Dengan terheran-heran dia bertanya kepada para tukang bangunan.

Anak: Bang, apaan nih?
Tukang batu: Oh, itu telur gajah, dierami seminggu saja pasti telur tersebut menetas.
Si anak percaya dan langsung membawanya pulang.

Sesampainya di rumah....
Anak: Bu, aku menemukan telur gajah, cepat dong dierami.
Demi menyenangkan hati anaknya, si ibu langsung menduduki telur tersebut. Seminggu kemudian si anak melihat di bawah ibunya.

Anak: Wah, Ibu kurang OK, masak belum menetas juga. Biar ganti Bapak aja yang mengerami.
Dengan pertimbangan yang sama akhirnya si bapak turut mengerami telur tersebut. Seminggu kemudian, si anak mengecek telur di bawah sarung bapaknya.
Anak: Wah hebat bapak, telurnya sudah menetas, itu kelihatan belalainya.

Dengan nada geram si bapak bergumam: Kenapa aku tadi nggak pakai celana dalam, masa "punyaku" dikira belalai anak gajah.

Teknologi telekomunikasi

3 orang ahli telekomunikasi dari Amerika, Perancis, dan Indonesia berkumpul untuk membuktikan keunggulan teknologi nenek moyangnya di negaranya masing-masing. Mereka sepakat terbang ke Perancis untuk membuktikan hal tersebut.

Di Perancis mereka menggali hingga kedalaman 100 meter dan mereka menemukan tembaga. "Coba kalian lihat, telah terbukti bahwa sekitar 100 tahun yang lalu nenek moyang kami sudah menggunakan kabel tembaga untuk media telekomunikasi mereka", ujar si Perancis dengan bangga.

Kemudian para ahli telekomunikasi ini pergi ke Amerika. Disana mereka menggali hingga kedalaman 200 meter dan menemukan serpihan-serpihan kaca. "Aaahhh, you lihat kan. Di Amerika ini sekitar 200 tahun yang lalu nenek moyang kami sudah menggunakan teknologi fiber optik. Sangat hebat.....!!!" kata si Amerika dengan bangga.

Dan akhirnya mereka mendarat di Indonesia, untuk membuktikan keahlian nenek moyang bangsa Indonesia. Mereka gali 100 meter, enggak ketemu apa-apa. Gali 200 meter belum dapat juga. 300 meter...400 meter... 500 meter hingga akhirnya mereka sepakat berhenti menggali sampai kedalaman 800 meter. Dan dengan bangganya si ahli telekomunikasi dari Indonesia berkata, "Ente-ente sudah lihatkan.... 800 tahun lalu nenek moyang bangsa Indonesia sudah menggunakan teknologi wireless!!!!"

Tawaran yang lebih tinggi

Goldberg kehilangan dompetnya pada suatu pesta keponakannya.

"Hadirin, saya mohon maaf karena mengganggu perayaan ini sebentar," katanya mengumumkan,

"Saya baru saja kehilangan dompet berisi uang 500 dollar. Bagi siapa saja yang menemukannya, saya menawarkan hadiah 50 dollar."

Dari arah belakang terdengar suara, "Saya menawarkan 75 dollar."

Sumur Ajaib

Sepasang suami istri pergi ke sumur ajaib untuk mengajukan
permintaan. Suami membungkukkan badan, membuat permintaan lalu
melemparkan uang satu sen ke sumur. Sang istri memutuskan untuk
juga membuat permohonan. Tapi ia membungkuk terlalu ke depan
sehingga ia jatuh ke sumur dan mati tenggelam. Sang suami
tercengang sejenak, tapi kemudian tersemyum dan berkata: "Wah...
betul² terkabul!"

Suara Misteri

Ini adalah kisah "Nyata"

Bacalah cerita di bawah dengan seksama karena didalamnya ada makna yang tersembunyi.
terima kasih.

Suatu hari, seorang pria yang sedang berpesiar keluar kota, tiba-tiba mobilnya mogok didepan tempat kuil, karena hari sudah malam dia berkeinginan untuk menginap di kuil tersebut.

Dia mengetuk pintu dan diterima oleh seorang biksu tua, dia mengatakan ingin menginap barang semalam karena mobilnya mogok dan hari sudah malam dan ternyata biksu tua itu mengijinannya.

Pada saat masuk dia mendengar suara yang amat aneh dan pertama kali didengarnya, dia bertanya kepada biksu tersebut, "suara apakah itu biksu ?".

Biksu tua itu menjawab "maaf kami tidak bisa mengatakannya karena anda bukan seorang biksu" sambil mempersilahkan tamunya masuk ke kamar yang sudah disediakan.

Pria itu mengalah sambil tidur dengan kepenasarannya yang amat sangat.

Setengah tahun kemudian dia sengaja mampir lagi ke kuil itu lagi dan berniat untuk menginap dengan alasan yang sama dengan yang terdahulu dan diterima oleh biksu tua yang sama, saat itu dia juga mendengar suara aneh yang dia dengar setengah tahun yang lalu, kembali dia bertanya " suara apa itu biksu ?".

Kembali biksu tua itu menjawab dengan jawaban yang sama kalau dia tidak bisa mengatakan karena pria itu bukan biksu.

Karena sudah terlalu penasaran setengah tahun kemudian pria itu kembali lagi, mungkin kali ini biksu itu mau mengatakannya.

Ketika sampai dia diterima biksu tua yang sama pula dan diijinkan dia untuk menginap dan ketika masuk ke area kuil itu terdengar suara yang membuatnya penasaran, dia bertanya lagi " suara apakah itu biksu ?".

Biksu itu menjawab "maaf kami tidak bisa mengatakan karena anda bukan biksu".

Karena jengkel akhirnya pria itu membentak "OK aku sudah hampir mati penasaran karena suara aneh itu, apakah harus menjadi biksu hanya untuk mengetahui asal suara itu ?"

Dengan lembut biksu tua itu menjawab " Ya !"

"OK kalau memang harus jadi biksu apa yang harus aku lakukan ?" kata pria asing itu

Biksu tua itu menjelaskan "kamu harus berkelana ke seluruh dunia, dan hitung berapa jumlah rumput yang ada di dunia ini dan berapa jumlah pasir gurun didunia ini."

"Baik saya akan cari tahu" kata pria itu sambil keluar dari kuil itu

Satu tahun kemudian dia mengetuk pintu kuil dan disambut biksu tua, kemudian dia menjawab " jumlah pasir gurun dunia ini ada 98.754.654.656.554.956.876.541 dan rumput di dunia ini ada 8.976.549.465.987.621"

Biksu itu tersenyum, "bagus sekarang anda sudah resmi menjadi biksu dan saya bisa memberitahukan asal bunyi yang anda dengar di waktu yang silam"

Biksu itu mengambil kunci besar di balik bajunya, menuju pintu kayu di ruang tengah kemudian membukanya. Didalam ada peti besar, kemudian biksu itu mengeluarkan kunci batu giok dari dalamnya, kemudian masuk ke dalam lemari tua yang ternyata ada pintu rahasianya dan membuka pintu itu dengan kunci batu giok.

Dan ternyata bunyi itu berasal dari.......

Ma'af kami tidak bisa memberitahukan kepada anda para pembaca sekalian, karena anda bukan biksu.

Semoga Anda Jengkel Dibuatnya HE ...., HE......., HE .........

Sopan

Seorang perempuan berusaha untuk menaiki sebuah bis. Roknya yang ketat menghambat kakinya untuk naik ke dalam bis. Karena itu dia tarik sedikit resleting roknya ke bawah agar untuk memberi ruang pada kakinya ketika diangkat mau menaiki bis. Ketika kakinya masih belum bisa naik, sekalu lagi tangannya ke belakang dan menarik sedikit lagi resletingnya. Masih juga terasa ketat, untuk ketiga kalinya tangannya ke belakang menarik resleting ke bawah. Perempuan tersebut akan mengulanginya untuk yang keempat kalinya ketika tiba-tiba sepasang tangan mengangkat pantatnya dan menaikkannya ke dalam bis. Tentu saja dia berang.
"Apa-apaan sih. Nggak sopan amat."
"Lho nggak sopan mana sama menarik resleting celanaku sampai tiga kali," jawab lelaki di belakangnya.


Sok Tahu

Seorang ibu keheranan melihat tingkah laku anaknya yang baru duduk di bangku SD sedang asyik membuat sesuatu. Dilihatnya anaknya itu sedang asyik menulis, tampaknya dia tengah membuat surat.
Ibu: "Sedang buat apa kamu, Di?
Edi: "Saya sedang menulis surat ke paman, bu."
Ibu: "Lho, memangnya kamu tahu alamat pamanmu?"
Edi: "Justru itu bu. Saya menulis surat ini mau tanya alamat paman."

Sok Akrab

Ini pengalaman temen gue di Changi Airport waktu menunggu pesawat pulang ke Indonesia.

Entah kenapa tiba-tiba perut saya terasa mulas. Langsung saja saya masuk ke WC yang saat itu kebetulan sepi.Belum semenit duduk, saya denger suara bapak-bapak berkata :"Gimana dik? Baik aja?" Kedengarannya dari WC sebelah. Kaget juga, darimana dia tahu saya orang Indonesia. Karena saya nggak biasa ngobrol sama orang yang belum dikenal, maka saya jawab aja: "Ya, baik".Eh, dia nanya lagi : "Sekarang gimana, sudah krasa lega?". Wah pertanyaan macam apa itu? Ada-ada saja. Baru juga nongkrong semenit, jadi saya jawab sekenanya aja: "Lumayan". Dia jawab lagi : "Sama dong....tapi saya ada masalah dikit nih". Saya mulai curiga, lalu gantian saya yang tanya : "Masalah apa, pak?" Dia langsung jawab : "Iniii.....ada orang culun di WC sebelah ikut-ikutan njawab pertanyaan saya, gimana kalo nanti saya telpon lagi? Ya....sampai nanti.....". (rupanya bapak itu sedang bicara di HP ????)

Soal Ujian Terlalu Sulit

Saat itu di suatu kelas sedang ujian Matematika. Hampir semua siswa di kelas tersebut geleng-geleng kepala, tengok sana, tengok sini. Maklum Matematika (= makin tekun makin tidak karuan). Tiba-tiba Sarif, salah seorang siswa kelas tersebut, berdiri dan berjalan menuju meja guru sambil menyerahkan lembar soal dan jawaban. Kontan saja seisi kelas tersentak. Hebat juga si Sarif, pikir mereka.

Guru : Sudah selesai Arif, cepat betul.

Sarif : (tidak menjawab tapi balik bertanya) Ada soal lagi, Pak?

Guru : Maksudmu kamu mau mengerjakan soal lagi??!

Sarif : Emm.. Maksud saya. soal yang ini terlalu sulit!!!

(Ooo.. ternyata si Sarif minta ganti soal)

Sibuk

SUATU sore hari seorang manajer perusahaan menelepon pelanggannya.
Tapi telepon itu ternyata dijawab oleh seorang anak kecil.
"Apakah ayahmu ada di rumah?"
"Ya, tetapi sekarang dia sedang sibuk." (anak itu menjawab dengan
berrbisik)
"Kalau ibumu?"
"Dia juga sedang sibuk." (dengan berbisik juga)
"Kalau begitu apakah ada orang lain di rumah?"
"Ada, kakakku perempuan, tapi dia juga sedang sibuk sekali sekarang."
(masih sambil berbisik)
"Sebenarnya apa sih yang sedang mereka lakukan?"
"Oh, mereka sedang main petak umpet dengan saya dan mereka semua sedang
mencari saya."

Siapa yang berani

Pemimpin sirkus : "Hei, mengapa kamu lupa menutup kandang singa sehabis pertunjukkan tadi malam?

Mick : "Sebetulnya nggak perlu terlalu dipermasalahkan Pak. Siapa sih yang berani mencuri singa?"

Si Badung

Pada suatu hari disuatu SD, disebuah kelas yang sedang belajar menggambar ..

Bu Guru : Anak - anak, hari ini kalian harus menggambar dan segera susun kemari,

Semua anak dengan secepat kilat segera membuka buku gambar dan mengambil crayonnya,
Semua anak sudah mengumpulkan hasil karya mereka kecuali si Badung ..
Bu Guru : Lho ...Duung, kamu kok ngga' menggambar ..??
Badung : Udah kok Bu ..
Bu Guru : Kamu menggambar apa ..???
Badung : Aku menggambar Rumput Dan Seekor Kuda ...
Bu Guru : Rumputnya mana ....??
Badung : Sudah dimakan kuda ....
Bu guru : Kudanya Mana ...
Badung : Kudanya barusan aja lari karena Ibu Guru berisik ...
Bu Guru : Hah ...??!!##$$$$???

Sekarat

Seorang pria yang merasa penyakitnya semakin bertambah parah memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Setelah selesai menerima hasil pemeriksaan, Dokter berkata,

"Ada kabar buruk mengenai penyakitmu, dan aku takut untuk mengatakannya."
Lalu dokter itu melanjutkan, "Penyakitmu sangat parah dan hidupmu tidak akan lama lagi, terlalu singkat bahkan."
"Oh tidak ... berapa lama lagi umurku Dokter, tolong katakanlah !" jawab si pria dengan wajah penuh kecemasan.
"Sepuluh ... " jawab Dokter perlahan dan penuh dukacita.
"Sepuluh apa? bulan ? minggu ? kalo 10 bulan, saya kira gak masalah, Dok, apalagi saya udah tua.........!"
"Oh, bukan.............sembilan ... delapan ... tujuh ... enam ... lima ...."

satu jurusan

Rangga: "Ta,elo tau ngga cerita tentang ibu yang ngemis di kampus kita?"

Cinta: "Maksud elo ibu tua yang di dekat bunderan kampus itu? Emangnya ade ape sama tu ibu?"

Rangga: "Kabarnya nich,itu ibu punya tiga anak.Anak ke-1 sekarang di UI, anak ke-2 di Trisakti dan anak ke-3 di ITB."

Cinta: "Gile bener, salut juga gue sama tu ibu. Biarpun gawenya cuma ngemis, ternyata anak-anaknya bisa sekolah yang tinggi,di tempat yang keren lagi!

Wow,pokoknya tu ibu ok's bang-get. By the way anak-anaknya ngambil jurusan apa?"

Rangga: "Masa' elo ngga' tau, mereka itu ngambil jurusan yang sama dengan ibunya."

Cinta: "Hah.....sialan lo."

Salesman apes

Seorang salesman alat penghisap debu menuju ke sebuah rumah. Diketuknya pintu depan. Sebelum sempat nyonya rumah itu berkata sepatah katapun, ia menghamburkan segala macam kotoran ke karpet ruang tamu.

"Nyonya," katanya, "saya yakin akan kemampuan mesin ini. Karpet ini akan bersih kembali dalam sekejap. Jika nanti masih ada kotoran yang tertinggal, saya bersedia memakannya."

"Kalau begitu," kata nyonya itu,"mulailah makan. kami belum punya listrik."

Salam Perkenalan

Seorang guru bermaksud melatih anak-anak didiknya di sekolah dasar untuk memupuk rasa percaya diri mereka. Guru tersebut meminta mereka untuk memperkenalkan diri sekaligus mengungkapkan cita-cita mereka.

Doddi berdiri dan berkata,
"Nama saya Dodi. Kalau besar nanti saya ingin menjadi pilot, jadi saya bisa pergi ke Amerika, Eropa, Australia dan sebagainya",
"Bagus sekali Dodi. Terimakasih. Siapa lagi?", tanya Bu Guru.

Seorang anak perempuan yang duduk di tengah berdiri dan berkata,
"Nama saya Shanti. Kalau besar nanti, Shanti ingin jadi ibu rumah tangga dan punya anak yang manis."
"Bagus. Jadi ibu rumah tangga merupakan cita-cita yang mulia. Siapa lagi?".

Si Zaenal berdiri dan berkata, "Saya Zaenal, nanti kalau sudah besar saya akan membantu Shanti mencapai cita-citanya.....".

Salah sambung

Kardiman menelpon ke rumahnya dan pembantunya yang mengangkat telponnya

Kardiman : mana istriku ?

pembantu : dia di kamar atas bersama pacarnya

Kardiman : APA ? kalau kamu pembantu setia ambil senapanku tembak kedua orang hina itu tak lama terdengar 2 letusan senapan di telpon, setelah itu pembantunya kembali ketelpon

pembantu : sudah saya bunuh tuan sekarang apa yang harus saya lakukan dengan kedua mayat ini ?

Kardiman : lempar ke kolam dan tunggu sampai saya pulang

pembantu : eh...., tuan kita tidak punya kolam

Kardiman : apa ini betul 555-1234

pembantu : eh..., bukan ini 555-1223

Kardiman : oh maaf saya salah sambung (sambil langsung menutup telpon)

HUMOR SUROBOYOAN

KESANTAP BAL GOLF

Mat Pithi agek mlaku-mlaku ndhuk pinggir lapangan golf. Moro-moro onok bal golf ngenani, Mat Pithi langsung klintingan gulung-gulung ndhuk suket ambek nyekeli tangane loro-lorone ndhuk kathoke.

Tibakno sing main golf cewek loro, langsung marani Mat Pithi "Cak, cak, wah njaluk sepurane yo. Gak sengojo soale awak-awak iki lagek belajaran". Salah sijine cewek ngomong "Kene tak tambanane cak, wong aku ahli therapy phisik".

"Gak usah ning, engkok yo waras dhewe" jare Mat Pithi ambek tangane loro-lorone pancet nutupi kathoke.

Tapekno cewek mau pancet mekso kate nambani, lha wong ahli therapy phisik hare.

Akhire Mat Pithi setuju. Cewek mau terus nglebokno tangane ndhuk kathoke Mat Pithi, wiwit mijet-mijet gandhule.

Let sauntoro ceweke nakoki "Piye cak, wis kroso enak gurung?"

Jare mat Pithi "Ya, wis, wah uenak tenan. Tapekno JEMPOL TANGANKU SING KENEK BAL GOLFMU JIK KUEMENG hare"

Nyelundupke Barang Lewat Pelabuhan

Muntiyadi oleh tugas jogo nang pelabuhan Tanjung Perak mulai isuk sampek sore. Isuk-isuk kiro-kiro jam enem, Muntiyadi pethuk ambek Togog numpak sepeda gunung metu soko pelabuhan. Muntiyadi curiga soale sepedane Togog digandholi glangsing guedhe loro kiwo tengen. Isine pasti sabu-sabu utowo putaw, pikire Muntiyadi.

Mergo curiga, Togog dicegat terus digeledah kuabeh mulai klambi, kathok sampek kampes. Mari ngono isi glangsinge yo disuntek pisan, tibake isine mek pasir thok. Gak onok nakobar blas.
"Kon laopo sepedaan nang kene ?" takok Muntiyadi.
"Ngene lho Pak, aku iki seneng olahraga nang pinggir laut, angine enak," jare Togog.
"Lho laopo sepedamu apik-apik athik kon gandholi pasir ?" takok Muntiyadi.
"Sepedaku iki entheng pak, cik rodhok abhot sithik yo tak gandholi pasir iki." jare Togog maneh.
Pikire Muntiyadi yo masuk akal penjelasane Togog iki. Mari KTP-ne diperikso, akhire Togog diculno.

Sisuke, Muntiyadi pethuk Togog maneh. Mergo sik curiga, Togog diperikso maneh koyok wingi. Akhire pancen gak onok opo-opo, isine glangsing cuma pasir thok, Togog terus diculno maneh.

Kiro-kiro wis seminggu Muntiyadi mulai bosen merikso Togog. Dadi lek pethuk ben isuk mek manthuk thok, laopo diperikso maneh wong mek pasir.

Selama telung taun akhire ben isuk Muntiyadi pethuk ambek Togog numpak sepedaan. Arek loro iku mau malih dadi konco apik, kadang-kadang Togog ditraktir ngopi lek isuk.

Mari ngono Muntiyadi dipindah tugase mbalik nang markas besar, gak tau pethuk ambek Togog maneh.
Suatu hari pas Muntiyadi mangan nang restoran, ndadak pethuk Togog maneh. Tibake Togog iku sugih, montore sedan anyar. Bareng ketok onok Muntiyadi, genti Togog sing nraktir.

Ambek mangan arek loro iku ngobrol,
"Gog, terus terang ae sakjane aku iki sik curiga ambek awakmu. Aku yakin sakjane awakmu iki penyelundup, gak mungkin awakmu isok sugih koyok ngene. Saking ae aku gak isok nemokno barang bukti. Lha saiki aku wis gak jogo nang kono, wis tah awakmu ngaku ae ojok khawatir, selama telung taun wingi sakjane awakmu iku nyelundupno opo?" takok Muntiyadi penasaran.

"sepeda . . . "

Sayang Anak

Muntiyadi oleh tugas penyerbuan nang sarange GAM. Repote, anake Muntiyadi sing jenenge Tole umure sik 10 taun gak gelem ditinggal njaluk melok. Mergo sayang anak, akhire Tole dijak pisan, mari mulih sekolah langsung melok numpak pesawat.

Nang pesawat wis onok koncone Muntiyadi jenenge Togog ambek Gempil. Pas nang awang-awang, ndadak mesin pesawate mbrebhet terus mati. Wong papat iku mau mulai kepoyoh-poyoh royokan parasut. Lha masalahe parasute iku mau mek telu, padahal wonge onok papat termasuk Tole anake Muntiyadi.

Mergo wedi kedhisikan, Togog langsung nyaut parasut terus terjun metu pesawat. Mari ngono Gempil gak gelem kalah, melok nyaut parasut terus terjun pisan.

Muntiyadi terus rundingan ambek anake, sopo sing kudhu ngalah soale parasute kari sithok.
"Le anakku, parasut iki gawe awakmu ae, masa depanmu sik dowo. Bapak mek titip pesen gawe mbokmu yo Le."

"Pak sampeyan wis gak usah mbrebes mili, ngisin-ngisini markas besar ae. Iki lho parasute sik onok loro." jare Tole. "Lho kok isok ngono, lak mau wis disaut Togog ambek Gempil?" Muntiyadi heran.
"Sing disaut Om Togog iku mau tas sekolahku."

Wanita Besi

Sutaji gupuh kabeh marani kantor pulisi katene lapuran.
“Waduh Pak Pulisi, aku sik tas ae dinunuti Margaret Tatcher “ jare Sutaji.
“Sampeyan ojok macem-macem lek lapuran . “ jare pulisine gak percoyo.
”Saestu Pak, asli aku gak mbujuk “. jare Sutaji.
”Lek ngono lapuran sing lengkap alon-alon. Sampeyan pethuk Margaret iku nang ndhi ?”
takok pulisine.
“Ngene lho ceritone Pak. Pas aku ngirim barang arep mlebu tol Waru, moro-moro onok bule
tuwek awe-awe njaluk nunut. Bareng wis munggah, aku kuaget tibake wong bule iku
Margaret Tatcher. “ jare Sutaji.
“Lho kok sampeyan yakin lek iku asli Margaret Tatcher ?” takok Polisine.
“Aku yakine iku pas ngisi solar, dhe’e iku titip njaluk tukokno Mesran Super, jarene ngelak.
Lha sisane iku ditetesno mripate, jarene mripate perih” jare Sutaji.
”Opoko ceritone kok dhe’e sampek isok nunut awakmu ?” takok pulisine maneh.
“Ceritone iku, dhe’e lagi melancong nang Suroboyo, lha pas sampek Demak dhadhak moromoro
dhe’e diuber-uber wong akeh, onok tukang rombeng, onok juragan besitua. Kabeh
iku nggowok timbangan dhewe-dhewe kepingin ngiloni dhe’e. Mergo wedhi, akhire dhe’e
mlayu mbalik nang hotel. Pas arep tekan hotel, dhadhak dhe’e pethuk ambek wong
Timbang Badan. Begitu ndhelok timbangan, Margaret tambah pucet kewedhen, terus mlayu
maneh sampek akhire pethukan ambek aku njaluk nunut. Pas tak takoni arep nang endhi,
jarene sembarang pokoke sing aman. Akhire yo tak jak ngirim barang. Lha saiki iku aku
arep lapuran ndhik sampeyan lek Margaret iku ngilang maneh. Aku wedhi lek disalahno.”
jare Sutaji.
“Lho kapan dhe’e ngilang maneh ? “ takok pulisine.
“Pas praotoku tak enggokno jembatan timbang “

Mo Limo

Mari dikelamuti pedhet, Togog dilapurno nang polisi ambek bapake Romlah.
Ambek polisine Togog terus dilebokno penjara.
Tibake penjarane wonge sangar-sangar, brewokan, dempal-dempal akeh tatone.
Isine kiro-kiro satus, onok preman, jagal, bromocorah, korak lan sak panunggalane.
Togog malih wedhi, opo maneh durung tau mlebu penjara.
Pas wayahe antri mangan, Togog mulai oleh konco.
"Awakmu wong anyar yo ?" jare konco anyar iku.
"Iyo . . ." jare Togog.
"Wis gak usah pusing, ndhik penjara iku malah enak. Mangan ditanggung, klambi
dijatah, turu gak mbayar.
Opo maneh ndhik penjara iki awakmu isok nglakoni sing jenenge Mo Limo sak
tuwukmu." jare koncone Togog.
"Lho cik enake. Opo ae acarane ndhik kene ? takon Togog.
"Bengi iki malem Senen, acarane maling. Kabeh Napi ndhik kene saling copetcopetan.
Lha dhuwike bakal digawe main malem Seloso sisuk.
Awakmu arek anyar kudhu isok nyopet dhuwik sing akeh, mergone biasane arek
anyar sing dikongkon dhadhi bandare ", jare koncone Togog.
"Oo gak masalah iku, ndhik kampung aku tau dhadhi bandar buntutan. Tapi lek
digerebeg polisi yok opo ?" jare Togog.
"Katene digerebeg yok opo maneh, wong awakmu wis ndhik penjara. Lha malem
Rebone iku acarane minum. Biasane arek anyar koyok awakmu dikongkon
ngentekno bir limang botol", jare koncone Togog.
"Oo gak masalah iku, sepuluh botol ae sik kuat aku" jare Togog.
"Mari ngono, malem Kemise iku acarane madhat. Pokoke sembarang onok, ganja,
sabu-sabu, heroin, sak tuwukmu", jare koncone Togog.
"Wah tepak wis, lek aku senenge sabu-sabu. Tapi lek kecekel polisi yok opo ?", jare
Togog.
"Lek awakmu nyabu ndhik hotel, pasti digerebeg terus dilebokno penjara. Lha wong
awakmu wis ndhik penjara, katene dilebokno endhi maneh. Wis tah, pokoke aman."
jare koncone Togog.
"Wah sip lek ngono. Lha malem Jum'at acarane opo ? jare Togog.
"Awakmu homo tah dhudhuk ?" takon koncone Togog.
"Ngawur ae, aku iki normal rek !!! " jare Togog.
"Wah berat iki cak ", jare koncone Togog.
"Lho opoko masalae ? " takon Togog.
"Soale malem Jum'at, malem Sabtu ambek malem minggu iku acarane madhon. Lha
biasane arek anyar iku sing dhadhi wedhoke ".

Maling

Mari ngunci kandang sapi, Sutaji mergoki onok arek menek ondho katene mlebu
kamare Romlah.
Ambek Sutaji, ondhone digedrok-gedrok sampek malinge ceblok.
Mari ngono, malinge diseret dilebokno kandang ndhik mburi omah.
Mari klambine dicopoti kabeh, malinge iku mau dicancang nang cagak.
"Kapokmu kapan !!, mene isuk tak lapurno juraganku, saiki turuo ae sing kepeNak"
jare Sutaji.
Isuke Sutaji ngejak bapake Romlah marani maling sing dicancang Sutaji.
Bareng diparani tibake malinge semaput, awake pucet, peok, ambune basin, ambek
dhodhone abhang kabeh.
"Lho Ji, iki Na Togog sing mbiyen nginceng anakku. Waduh saknone arek iki Ji, mari
kon kelamuti tah Ji ?".
"Lha lapo aku ngelamuti maling !!!, sampeyan takokno dhewe Nang areke".
Mari diguyang banyu, malinge tangi maneh. "Opoko kon iku Le?" jare Bapake
Romlah.
"Ampun Pak... sak wengi aku bengok-bengok gak onok sing nulungi. Pedhet
sampeyan iku gak onok mboke tah ?".

Telulas

Sore-sore Sutaji mlebu omah berok-berok, ambek raine ditutupi. Sak omah melok
gupuh kabeh.
Ambek mboke Romlah ditakoki, "Opoko awakmu iku, penc ilakan koyok tandhak
bedhes ?"
Sutaji gak langsung njawab, pas tangane dibukak raine bundhas abang kabeh.
Lambene njedhir getien.
Mari diombeni banyu, Sutaji rodhok adem terus isok cerito ndhik Romlah.
"Ngene lho. Aku lak mari ngandangno wedhuse Bapak ta. Lha aku krungu akeh
arek cilik-cilik bengok-bengok ambek kotekan ngene..telulas teng teng teng... telulas
crek crek crek... telulas teng teng teng . . . terus ae dibolan-baleni. Tak goleki
suarane tibake ndhik njero gardu hansip. Tak dhelok gedheke bolong persis sak
ndhasku.
Saking penasaran onok opo, gardhune tak cedaki, tibake suorone tambah banter...
telulas teng teng teng ... telulas crek crek crek ...terus ae.
Tak pikir paling iku arek-arek lagi totoan. Lagek ae ndhas ku njengongok ndhik
bolongan iku mau, moro -moro arek-arek iku nggepuki raiku ambek kulit duren,
godhong blarak, sapu, panci gosong, kentes hansip sembarang kalir sampek
bundhas kabeh koyok ngene. Pas aku isok narik ndhasku, aku langsung plencing,
mlayu sipat kuping.
Lha mari ngono arek-arek iku mau mbengok maneh . .pat belas teng teng teng... pat
belas crek crek crek...pat belas teng teng teng"

Nginceng

Kamut, Gempil ambek Togog enak-enak cangkruk di sore hari.
Moro-moro Romlah, anake Pak Imron, liwat numpak sepeda.
Arek telu iku langsung ngowo ndhelokno.
" Arek ayune koyok ngono lek turu yok opo yo ?" jare Kamut.
"Lek turu yo merem rek. Lak mosok koyok awakmu, lek turu nyengir koyok jaran"
jare Gempil.
"Maksudku, klamben tah gak ngono lo". jare Kamut.
"Lek ngono, engkok bengi diinceng tah ?" jare Gempil gunggungan.
"Wah iyo rek tepak rek." jare Kamut.
Lha Togog iku awake gedhe tapi wonge gocik.
"Gak melok-melok aku. Mboke sangar rek. Kapanane Soleh digebeg duren raine bundhas kabeh" jare Togog.
"Omahe lak tingkat. Ngene ae. Awakmu lak gedhe tah. Tugasmu nggendhong aku ambek Gempil. Aku sing ndhik ndukur.
Lek wis ketok, aku nyeritakno nang Gempil, terus Gempil nyeritakno nang awakmu." jare Kamut maneh.
"Yo wis setuju." mari ngono arek telu iku buyar ngenteni bengi.

Bengine, sesuai rencana Togog sing paling ngisor, mari ngono Gempil ndhik tengah terus Kamut paling ndukur.
"Areke lagi surian" Kamut mulai cerito.
"Areke lagi surian" Gempil nerusno ndhik Togog.
"Yo tah?." jarene Togog.

"Areke lagi bukak klambi" Kamut mulai cerito.
"Areke lagi bukak klambi" Gempil nerusno ndhik Togog.
"Mosok se?." jarene Togog, ambek sikile mulai kemeng.

Moro-moro Togog ndhelok onok sentolop seko kadhoan.
"He rek onok Hansip, age cepetan" mari ngono arek telu iku semburat ndhelik.
Mari ngono, Hansipe nggoleki gak ketemu. Onoke mek karung telu.
Ambek Hansipe karunge disuadhuk.
Sing pertama isine Kamut, pas disadhuk munine "Meeoong."
"Oooh kucing tibake" pikire hansipe
Sing keloro isine Gempil, pas disadhuk munine "Guk..guk!."
"Oooh kirik tibake"
Lha sing terakhir iku isine Togog, bingung katene muni opo.
Bareng disadhuk dhadhak munine " Kentaaang !".

Gantine Soleh

Mari raine digebeg duren, akhire Soleh njaluk metu. Mari ngono, Pak Imron oleh
ewang anyar jenenge Sutaji. Lha Sutaji iku awake dempal cumak wonge ndlahom,
lek diperentah musti ngelakonine kewalik.
Isuk-isuk, Romlah ambek mboke ngrasani Sutaji.
"Mak, ewange Bapak iku lho wuantik poll wonge. Wingi lak dikongkon Bapak
ngedhuk sumur cik tambah jeru, lha terus lempunge digawe nguruk pekarangan.
Lha pas sore kate ngangsu, Bapak iku muring-muring nggoleki sumure gak onok.
Tibake jare Sutaji, sumure wis diuruk roto. Pekarangane sing malah bogang kabeh.
Ngono Bapak gak wani, jarene wedhi digibheng ".
Mboke Romlah cerito pisan.
"Iku sik gak sepiro, lha wingi iku Sutaji tak kongkon tuku pithik. Aku pesen tulung
brutune buaken, terus susuke simpenen ngisore bantalku.
Dhadhak pas aku katene turu, bantalku kok mbendhol. Tibake bantalku diganjel
brutu. Bareng tak takoni endhi dhuwik susuke. Wis tak buak, jarene."
Pas enak-enak cerito, moro-moro krungu suoro Pak Imron berok-berok ndhik pawon.
"Tulung ! ! Tulung ! ! "
"Waduh blaen iki. Age cepetan, bapakmu selak mlonyoh kabeh" jare mboke
Romlah.
"Lho Bapak lak sik mbangkong se" jare Romlah.
"Iyo. Tapi Sutaji mau tak kongkon nggodhok pohong gawe sarapane Bapakmu !!".

Kulit Mungsuh Kulit

Pak Imron ndhuwe anak wedok jenenge Romlah. Anake iki waduh uwayune pol.
Selain iku Pak Imron yo nduwe pembantu jenenge Soleh. Pembantune iki areke
mbethik.
Masio Nakal tapi Soleh iku areke sregep, dikongkon sembarang mesti gelem.
Lha Soleh iku wis suwe ngesir Romlah. Berhubung de'e pembantu dadi Soleh gak
wani nggudho langsung.
Akhire Soleh oleh kesempatan. Pas Romlah turu ndhik kamar, Bapake Romlah
nyeluk Soleh tekok kamare,
"Leh . . Soleh, Bapak jupukno sandal ndhik kamare Romlah cepetan".
"Iyo pak, tak jupukno" jare Soleh, mari ngono Soleh mlebu Nang kamare Romlah
"Lah . . Romlah, aku dikongkon bapak ngesun pipimu" jare Soleh.
Romlah kaget lan gak percoyo, "Leh.. koen ojok kurang ajar lho. Engkok koen tak
kandakno Bapak."
Soleh terus mbengok banter," Pak..pak.. Romlah gak gelem pak."
Bapake Romlah emosi dibengoki Soleh, mari ngono ngomong banter,
"Romlah kekno ae, ojo nbantah perintahe Bapak."
Romlah terpaksa manut, terus pipine disun karo Soleh.
Mari ngesun pipine Romlah, Soleh njupuk sandale terus mblayu nang kamare
Bapak, "Pak.. pak, iki lho sandale sampeyan," jare Soleh.
Mari ngono Pak Imron metu tekok kamar. Pak Imron kaget ndhelok Romlah Nangis,
"Lah.. Romlah awakmu opoko kok Nangis".
"Aku mari diambung karo Soleh", jare Romlah.
"Opoo !!!" jare Bapake Romlah ngamuk, saking ngamuke sampek ngentut duuut.
"Leh ... Soleh koen kok wani ngesun Romlah !!!".
"Pak .. pak, sampeyan ngono ae kok ngamuk, iki lak cuma kulit mongso kulit " jare
Soleh.
Akhire Bapake Romlah gak sidho ngamuk didem-demi Soleh.
Gak suwe ibuke Romlah mulih tekan pasar. Ibuke Romlah kaget pisan ndhelok
Romlah nangis.
Bareng ngerti lek Romlah disun Soleh, Ibuke Romlah terus muntap, duren sing sik
tas dituku dijupuk terus digebekno nang raine Soleh.
Soleh nangis gerung-gerung ngrasakno lorone. Mari ngono Bapake Romlah
ngomong Nang Soleh, "Leh . Soleh, iku lak cumak kulit mongso kulit ae. Mosok
ngono ae wis Nangis".
"Pancene sampeyan iku gendeng Pak !! " jare Soleh ambek nangis.

Ketinggalan Sepur

Mari nglaporno margaret thatcher sutaji oleh tugas maneh seko kaji Imron.
Sutaji dikongkon ngeterno duwek rong juta gawe mbayar utange kaji Imron.
"Pak .....duwek rong juta iki dikekno sopo" ? Takok sutaji.
"nggone Pak Bunali ndek Semarang" jare Pak kaji
"sopo sing ngeterno aku nang terminal sepur" jare sutaji maneh
"Ojo kuatir ..... gempil karo sujak ngancani awakmu sampek stasion sepur" jare Pak Kaji.

Menene wong telu budal numpak sepur jurusan semarang.
"Sepure sek suwe rek .....ayok ngopi karo rokokan desek rek" jare sutaji
Akhire wong telu mau ngobrol karo guyon cekikikan ndek warung kopi.
Saking asyike guyon wong telu mau gak ngerti lek sepure kate budal

Pas suorone sepur muni banter teett...tetttt ... arek telu mau kuaget
Mari mbayar kopi arek telu terus mblayu nututi sepur.
Gempil karo sujak mblayune luwih cepet dadi sik isok mencolot mlebu nang sepur
Sutaji ketinggalan ndek mburi ... akhire gak nutut .. wis .. ketinggalan

Gak suwe sutaji terus ngguyu kuekel ..... ha ..ha ..ha ...

Wong sing ndelok ..sutaji ... ono sing sakno .. ono sing bingung... ono sing ngiro arek gendeng

Satpame ndelok sutaji koyok ngono gak mentolo .. dipikir saking sedihe terus dilampiasno ngguyu
"hei .. kon iku ketinggalan sepur kok malah ngguyu kekel opo' o? jare satpame
Sing kate lungo iku sakjane aku .... Sing numpak sepur kok malah sing ngeterno aku ...

Kepiting

Romlah njaluk ditukokno kepiting gawe buko.
"Yo wis tak tukokno nang rolak" jare Muntiyadi.
"Lho gak numpak bronpit tah ?" takok Romlah.
"Gak wis, cik gak amis. Tak nyegat bemo ae" jare Muntiyadi.
Mari ngono Muntiyadi budhal nyegat bemo.
Dhadhak ndhik bemo Muntiyadi pethuk ambek bekas pacare biyen, jenenge Sablah.
"Lho cak Mun, kate nang endhi peno cak ?" takok Sablah.
"Kate nglencer golek angin . ." jare Muntiyadi.
"Sakjane aku kate kulak kain, tapi wurung ae wis, tak melok peno ae" jare Sablah ngalem.
Mari ngono arek loro iku ngelencer nang musium Kapal Selam Ndhik kono lak isis tah, dhadhi gak keroso moro-moro wis sore.
"Waduh blaen iki, aku kudhu mulih, wis yo ." jare Muntiyadi.
Mari pamitan, Muntiyadi mampir nang rolak tuku kepiting diadhai kresek.
Mergo gopoh kabeh, pas katene mlebu pekarangan dhadhak kreseke jebol, kepitinge buyar kabeh.
Ambek nggurak kepitinge, Muntiyadi bengok-bengok
"Ayo cepetan sithik . .wis meh tekan iki "
Krungu bojone bengok-bengok, Romlah ambek muring-muring.
"Cak . .cak, cik guobloke se sampeyan iku. Lha mosok kepiting digiring padhakno bebek ae. Mulakno kok sui. . ."

Mercon

Kentir pethuk ambek konco lawase sing jenenge Kentus. Pas ketemu arek loro iku podho kagete mergo Kentir ambek Kentus podho- podho sirae petal, raine gosong ambek untune yo podho bogange. Arek loro iku takok takokan opoko kok isok podho bocele.

Kentir cerito lek raine rusak, sirae petal, ambek untune ngowos mergo melok nyemprot kobongan ambek mangap.
"Pas aku mangap dhadhak onok elpiji mbledhos" jare Kentir.

Mari ngono Kentir takok nang Kentus opoko kok sirae petal.
"Mari teraweh aku nyumet mercon ambek rokok. Mari tak sumet, mercone tak sawatno wong dhodhol soto terus ndhelik ambek ngisep rokok.
Dhadhak wonge ngerti, aku diuber terus sirahku digepuki pikulane soto" jare Kentus.

"Lha lek raimu opoko kok gosong" takok Kentir maneh.
"Mari sirahku waras, aku merconan maneh. Mari tak sumet ambek rokok, mercone tak sawatno wong dhodhol bakso terus dhelik maneh ambek ngisep rokok. Dhadhak aku ketemon maneh, aku diuber mari ngono diguyang dhudhuhe bakso" jare Kentus.

"Wok nemen kon iku, ngono yo gak kapok. Lha lek untumu opoko kok guwung kabeh ?" takok Kentir maneh.
"Oo lek iki seje ceritone. Pas katene nyumet mercon dhadhak onok arek pacaran liwat"
"Kapok kon, mulakno tah ojok seneng nginceng. Paling kon digibheng ambek sing lanang " jare Kentir kemeruh.
"Gak ngono ceritone . ." jare Kentus.
"Opoko lho . .?" takok Kentir.
"Aku lali . . . Rokokku sing tak sawatno. . ."

Bajak Laut

Muntiyadi pethuk ambek Gempil koncone sing dines ndhik angkatan darat. Tibake Gempil iku saiki sikile sing kiwo yo dingklang pisan, ambek tangane sing tengen tibake yo tughel digenti cathoke bakul beras.
Sing luwih nemen maneh, motone gempil kari sing kiwo. Moto sing tengen wis cumplung ditutupi kain ireng malih koyok bajak laut.
"Lho Mun, sikilmu opoko ? " takok Gempil.
Mari ngono Muntiyadi cerito pengalamane kijolan sikile wong wedhok.
"Lha awakmu opoko kok mreteli pisan ?" Muntiyadi genti takok nang Gempil.
"Pas aku patroli nang Aceh, sikilku ngincak granat, langsung puthul. Pas iku onoke sikile sapi, berhubung aku gak gelem, akhire yo ngene sikilku dhadhi mek sithok".
"Waduh cik apese nasipmu, lha tanganmu opoko kok digenti cathoke beras?" takok Muntiyadi maneh.
"Mari sikilku tughel iku mau, aku dirawat ndhik barak. Moro-moro barakku dibom ambek mungsuh, kenek tanganku, langsung tughel. Pas iku onoke cathoke beras, timbangane gak onok blas, akhire aku gelem. " jarene Gempil maneh.
"Wah kayal thok kon iku, lha motomu opoko kok cumplung pisan ? Kelilipen granat tah ?" takok Muntiyadi maneh.
"Oo iku seje ceritone. Enak-enak cangkruk nyeritakno pengalamanku iku mau, moro-moro onok manuk nembeleki mripatku ". jare Gempil.
"Wah kon iku tambah ngawur thok ae, lha mosok ditembeleki manuk isok motone cumplung". Muntiyadi mulai gak percoyo.
"Lho iku dhudhuk mergo tembelek manuk" jare Gempil.
"Lho opoko ?" takok Muntiyadi. "Iku pas dino pertama aku nggawe cathok beras".

Semongko

Bunali lagi pusing soale kebon semongkone ben bengi dijarahi wong, padahal lagi wayahe panen. Wis diakali macem-macem sik pancet ae akeh sing ilang. Jarene wong sing nyolong iku Wonokairun, tapi Bunali gak wani nangkep.

Akhire Bunali nemokno cara cik malinge kapok. Sore-sore sak durunge mulih, Bunali masang papan peringatan sing onok tulisane ngene, "Awas !!! Ati-ati lek arep nyolong. Salah siji semongkoku iki wis tak suntik racun"
Mari ngitung semongkone sing mateng, kabeh onok limolas, Bunali mulih.

Sisuke Bunali nyambangi kebone maneh, pas di ijir semongkone sik pancet limolas. "Wah tibake malinge gocik, tak bujuki ambek pengumuman ae wis wedhi" pikire Bunali.

Mari ngono Bunali ndhelok papan pengumumane ambruk, wah paling ketiup angin, pikire Bunali maneh. Pas diwalik, tibake papan pengumumane ditambahi tulisan ambekmalinge, "Awas !!! saiki onok loro".

Nostalgia

Pas wayahe bulan purnama, Muntiyadi ngejak Romlah ngelencer nostalgia numpak bronpit. Mari ngono, arek loro iku tekan mburine pabrik paku.
"Dik, yok opo lek awake dhewe mbaleni lakon limang tau kepungkur pas pacaran biyen ?" jare Muntiyadi.
"Iyo cak, setuju." jare Romlah.
Mari ngono, Romlah dilungguhno ndhik pager wesi mburine pabrik paku iku.
Terus ambek Muntiyadi, Romlah dijak indehoi koyok jamane pas pacaran biyen. Moro-moro, Romlah lunjak-lunjak ambek awake horeg kabeh. Ndelok bojone giras ngono, Muntiyadi tambah semuangat. Wis oleh rong ronde, akhire arek loro iku nggeblak ceblok ndhik suket.
"Waduh dik, awakmu kok cik girase " jare Muntiyadi.
"Iyo cak, limang taun kepungkur, pager wesine gak onok setrume. ."

Wedhi karo bojo

Mari pegatan muntiyadi terus rujukan maneh karo romlah. Masalahe muntiyadi cinta pol karo romlah. Kapanane ndek kesatuanne muntiyadi, tentara diperintah baris. Tapi komandan njaluk barisanne dibagi loro. Barisan sing pertama tentara sing wedi karo bojone. Barisan sing kedua tentara sing gak wedi karo bojone.
Pas komandan ngecek barisan. Barisan sing pertama akeh pol. Barisan sing kedua cuman siji yo muntiyadi
Komandanne takok nang muntiyadi : "Opo'o peno kok gak wedi karo bojo."
"Lho aku iki ndek barisan kedua, dikongkon karo bojoku" Jare muntiyadi.

Numpak Taksi

Muntiyadi mari mulih jogo kiro-kiro jam rolas bengi.
Embong wis suepi, gak onok bemo sing lewat, ojek yo gak onok.
Muntiyadi malih merinding disko opo maneh ketepakan saiki malem Jum'at kliwon.
Mari ngenteni sui, akhire onok taksi liwat, waduh lumayan pikire.
Mari mlebu taksi lungguh ndhik mburi, Muntiyadi terus ngandani supir taksine njaluk diterno mulih nang Wiyung.
Mergo kekeselen, gak sui Muntiyadi langsung keturon pules.
Pas enak-enak turu, Muntiyadi moro-moro keroso taksine kok tambah alon.
Bareng didelok dhadhak supir taksine wis gak onok, tibake montore mlaku dhewe.
Muntiyadi tambah gemeter pas ndhelok tibake taksine lagi ngeliwati kuburan.
Mergo gak kuat nahan wedhi, Mutiyadi bengok-bengok ambek kepuyuh-puyuh "Tolong !!. . .tolong !!".
Moro-moro seko jendelone taksi, onok endhase supir taksi njengongok.
Muntiyadi tambah pucet gak karuan, tibake supir taksine ngomong ngene.
"Hee cak . .ojok turu ae . .Ewangono nyurung, montore mogok iki lho. ."

Wedhus

Bunali pethuk Wonokairun lagi angon wedhus.
"Mbah, waduh wedhus sampeyan akeh yo ?" jare Bunali
"Yo lumayan " jare si Mbah
"Pira kabehe, Mbah ?" takon Bunali maneh
"Sing putih opo sing ireng ?"
"Sing putih, wis"
"Selawe"'
"Wik, cik akehe. Lha sing ireng?'"
"Podho..." jare Wonokairun ambek ngarit suket
Bunali takon maneh.
"Mangan sukete yo akeh pisan, Mbah.."
"Yo.."
"Pirang kilo mangane sakdino ?"
"Sing putih opo sing ireng ?"
'Sing ireng, wis'
"Yo kiro-kiro limang kiloan"
"Lha sing putih?"
"Podho . . ."
Bunali bingung, laopo lek ditakoni kok kudu mbedakno sing putih tah ireng, wong jawabane yo podho ae.
"Mbah, opoko lek tak takoni perkara wedusmu, sampeyan mesti leren takon sing putih tah sing ireng barang. Padahal masiyo putih utawa ireng, jawabanmu podho terus. Sakjane ngono onok opo?"
"Ngene lho, sing putih iku wedhusku..."
"Lha sing ireng ?"
"Podho . . ."

Asmuni

Bunali lagi kulak sandal nang pasar.
Moro-moro onok arek marani Bunali.
"Lho sampeyan iki Asmuni Srimulat yo?" takok arek mau.
"Dhudhuk !. Ngawur ae.!!" jarene Bunali.
"Ojo mbujuki aku tah. Sampeyan mesti Asmuni!" jarene arek mau ngeyel.
Bolak-balik Bunali negesno lek dheke dhudhuk Asmuni Srimulat, tapi arek mau tetep ae ngotot gak percoyo.
Ndhik endhi ae Bunali ditututi ambek arek iku mau.
Mergo mangkel, akhire Bunali ngiyakno, cik arek iku ndang ngalih.
"Yo wis tak akoni aku pancene Asmuni Srimulat!. Kate lapo kon !!"
"Tapi kok gak mirip blas yo?" jare arek mau ambek nginclik.

Njegur

Onok juragan tambak jenenge Sablah ngadakno sayembara.
"Sopo ae sing wani njegur nang tambakku, bakal oleh hadiah Sepeda Motor." jare Sablah.
Akeh wong sing ngumpul ndhelok sayembarane, tapi gak onok sing wani njegur nang tambak. Masalae tambake isine dhudhuk iwak tapi boyo, nyambik, bajul lan sak panunggalane.

Mergo gak onok sing wani njegur, hadiae digenti dhadhi montor kijang anyar. Tapi tetep ae gak onok sing wani njegur mergo merinding ndhelok boyone guedhe-guedhe mangap kabeh.

Akhire ambek Sabalah hadiae ditambah maneh, montor kijang anyar ambek omah sak isine. Tapi tetep ae gak onok sing wani njegur.

Mari sepi meneng kuabeh, moro-moro Muntiyadi njegur nang tambak. Penontone keplok-keplok kabeh ndhelok Muntiyadi gelut ambek boyo. Kiro-kiro wis sak jam, akhire Muntiyadi tampil sebagai pemenang. Cumak yo ngono, awake dhedhel kuabeh.

Wis mari ambekan, Sablah marani arep nyerahno hadiae, tapi Muntiyadi nolak.
"Yo wis tak tambahi dhuwik limangatus juta" jare Sablah,
tapi Muntiyadi tetep nolak.
"Tak tambahi mas-masan sak kilo" jare Sablah maneh,
Muntiyadi tetep gak gelem.
"Wis ngene ae, awakmu njaluk opo ae, tak turuti" jare Sablah gak gelem
kalah.
"Aku njaluk arek sing njungkrakno aku mau digowo rene" jare Muntiyadi.

IMPENE MAT PITHI

Babah iki klebu critane Mat Pithi tah uduk gak eroh. Cumak iki nyritakna impene Mat Pithi.

Ing sak wijining bengi... (gak umum maneh babah), Mat Pithi mimpi. Mimpine hebat. Sebab mentas dipenggak ambek Saropah, gak oleh melok budhal JIHAD ika. Kamangka wis kebacut, Mat Pithi iki duwe angen-angen nek Jihad, terus gugur, bakal nyemplung suwargo. (suwargo kok nyemplung, mbah? lho ya bener tah.. wong jarene nek mati merga maju perang mbela agama iku gak atene di dihisab maneh... ya kaya wong dicemplungna ngono ae... mak blung!)

Mulane wengine langsung kegawa ngimpi. Tapi dasar mik mimpi, malah isine geseh. Lha witikna, wong Mat Pithi (nang kanane) malah isok nontok wong sing dicegat nang pintu suwargo ambek malaikat sing kejibah njaga pintu suwargo mau. Critane Mat Pithi eruh ono wong telu sing mati bareng merga kecelakaan KRL, ngguk Bintaro biyen. Lho, kok bisa bareng mik wong telu? Jarene, nurut informasi sing diwaca ambek Mat Pithi, wong telu mau pas kecelakaan lungguh sak bangku, jejer telu. Wong telu mau situk Guru, situke Tukang Sampah, lha situke maneh Hakim.

Lho lak hebat tah, nek numpak KRL iku, guru, tukang sampah ambek hakim isok lungguh jejer, ijol-ijolan ambune kringet, prengusing klambi hehehe.. beda ambek nang gedhung DPR rek... masiya sak partai utawa sak agama... isok ae bengkerengan. Opo maneh sak miling list... sak bangsa sak negara sak opo maneh ya? isok ae rame eker-ekeran gak mari-mari.

Wong telu mau matine merga kecelakaan, mulane pas jange mlebu nang suwargane dhewe-dhewe, dicegat ambek malaikat, ditest nganggo pitakonan masing-masing 1 soal, lisan pisan, ngenani kecelakaan pisan.

Malaikat: "Hee ki sanak, sing tilas guru, sampeyan ngerti jenenge kapal sing kecelakaan merga numbuk karang sing akeh kurbanne ika, cerita kecelakaan kapal iki mbesuk bakal difilemna lho?"
Guru: "Titanic, Om!"

Malaikat: "Weh... bener.. masiyo sampeyan mik guru SD inpres lho! wis mangga mlebet. Kapling sampeyan nomer 300028938939, ojok lali...ya Mas"

(arwah guru mau mlebu terus bingung ya sapa sing langsung apal ambek nomer kapling sing sak arat-arat iku, wis ngono gak ono kertas ambek pulpen... lha yo dunia arwah ambek malaikat, mangkane arwah mau muuuteeeeeer ae sampek mbesuk tekan ing titi mangsa ketemu ambek kaplinge).. iki Mat Pithi iki wong mimpi kok juelllasss buangeth se?

Malaikat: "Nerusno pitakonku kanggo Ki Sanak Guru mau, Mas Tukang Sampah, sampeyan ngerti jumlah korban kecilakan kapal Titanic mau?"

T. Sampah: "Wah untung sak durunge kecelakaan nika kula nemu bungkus kacang, Om Mal. Turene jumlah korban kecelakaan kapal titanic nika sedayanipun wonten 1228 jiwa, nggih?"

Malaikat: "Lho, sampeyan niku njawab napa malah takon?"

T. Sampah: "Lho, lha niki lak njawab gayane tukang sampah, ngaten"

Malaikat: "Wah.... Sampeyan lulus... lho wong atase tukang sampah ae kok perhatianne nemen ambek sampah-sampah sing ditemu. Kok beda ambek para anggota parlemen se. Sing jare utusan utawa wakil rakyat kok malah mikir BRAYAT? Selamat nggih, pun mangga sampeyan mlebet, nomor kapling sampeyan meh pada kalih nomere Ki Sanak Guru wau, kacek kalih angka..."

(Tukang sampah iki tambah bingung. Di kek-i nomer kapling ae kok mik ngono, jare kacek rong angka ambek nomere pak guru. lha pas mlebu nggoleki arwah Guru mau ae wis susah. Lha tibake kabeh terus dadi seragam sak wise ngliwati pintu gerbang mau, kathik kabeh yo mumet nggoleki nomer kaplinge dhewe-dhewe...)

Malaikat: "Mas Hakim, sampeyan ngertos "jeneng-jenenge" korban sing 1228 tiyang wau?"

Hakim: "1403909894jj()!)"')#!==/// alias bingung..."
(kepeksa hakim mau tetep nang njaba ngenteni titi mangsane. eeee Mat Pithi arepe ngancani antri nang ngarep pintu gerbang, ndadak pas mlaku nyandung watu, tiba krungkep ngambung watu, trus tangi...)





KLAMUTONO CAGAK LISTRIK IKI ...

Mari disentak ambek wong dodol sandal, Mat Pithi nerusno mlaku-mlaku. Gak adoh teko sing dodolan sandal mau ono' wong dodolan tebu. Dasar Mat Pithi masiyo wis wareg lek eruh panganan anyar yo pengine ngicipi. Mat Pithi langsung takok "Cak, tebu piro regane?"

Sing dodol ndilalah wong Duro, mangsuli "Tergantung dawane cak. Lek sing telung ros regane sewu, lek sing enem ros sewu-limangatus"

Mat Pithi ndadak nyrekal "Wuik luarange rek, tebu ros-e cindhek-cindhek ngono ae didol"

Sing dodol langsung ngapek pesone ambek nuthuk-nuthukno pesone ngguk cagak listrik "Cak, lek sampiyan pengin dowo gak ono' ros-e, iki lho krakotono cagak listrik iki"


SALAK... SALAK....

Mat Pithi ancene kapok temenan sak wise ketatalan ngguk nggone New York. Atene ngumbah mata malah diumbah-umbahi temenan. Akhire jaluk mulih ae ambek sing ngajak (ning Lily, sopo se sing ngajak Pithi klayaban tekan NY iku?), jare atene mbecak maneh ae. (Cak Gigih ancene ngawur, mosok Pithi didadekna bencong, wong Saropah iku senenge ambek Pithi merga kuat olehe ngonthel Becak kok, ketambah rem-tanganne iku lho sing huebat.... cek pakeme, ngunnuu lhuuu).

Kelakon Mat Pithi disangoni mulih, ndadak tangisan barang waktu pisahan ngguk JK-Air Poret. Wah yo lumayan sangune tuebel. Tujuane Mat Pithi miber gak mik NY-JKT, tapi langsung NY-KSR. Ning ya kepeksa seka JKT nang KSR ganti pesawat EMPRIT AIRWAE.... hahahaa.. alias nitih GARUDA-BUS. Sopo sing gak eruh nek GARUDA BUS iku cuepete gak ilok. malah sok-sok bus liyane lagi tekan Cirebon, Bus Garuda iki wis tekan SOLO beritane, nek nabrak gunung... (husssy!). Mulane tekan daerah Magelang yo isik umum-umun peteng.

Dumadakan tekan pasar MERTOJOEDAN kok bus iku rewel. Kamangka uangel nek atene ganti bus wong sik suepiii. Sopir bus atene ngubungi juraganne nang YGY yo gak isok, wong gak duwe fasilitas komunikasi blas. Kepeksa kernete utheeek ndandani bus. Lha penumpange ya gak nesu gak protes, malah ana sing seneng merga bisa mampir mesjid menisan subuhan, mung jan-jane kepengin adus gratis thok...

Mat Pithi malah klinang-klinong blusukan nang njero pasar, sing wis rada rame wong dodolan sayur ambek keperluan sarapan. Ndadak onok wong nawarna salak 3 karung. Jarene Salak Pondoh sing muanisss buangeth. Mat Pithi diweneni 3 salak gae icip-icip. yo ancene legi wong asli salak pondoh. Gak pikir panjang wong duite tebel, langsung dituku kabeh 3 karung goni wadah ketan ika. Sing dodol salak seneng malah ngewangi ngunggahna karung-karung nang jero bus.

Bareng wis numpak.... Mat Pithi lagi bingung dhewe. Lha katene diapakna salak 3 karung kok diborong. pikir-pikir ah, didol maneh ae digolekna bathi lak siip. Akhire temenan, Mat Pithi gak langsung mulih nang nguter malah mampir ngguk pasar Kartosuro dodolan Salak.
Koyo sing dodolan maeng isuk, Mat Pithi uga nyediani salak gae icip-icip. Saben dibukak, sethithik diicipi dhewe, kok manis kabeh. Wis bukak dasar wis...

Gak antara suwe onok ibu-ibu ketoke bojon pejabat daerah. Ketarik ambek daganganne Mat Pithi, nyidhek atene tuku. Ngicipi secuwil kok enak. Mulane langsung tuku 50 iji salak. Mat Pithi seneng.
Beresss.. panglaris....

Eeee let 2 jam, ibu-ibu mau mbalik ambek morang-moring:
"Mas... wong dagang salak ae lho ngapusi. Jarene salak pondoh kok kuecutee gak ilok ngene iki salak opo?"

Mat Pithi bingung:
"Nopo enggih ta bu? Cobak se.. tak icipane..." Ibu-ibu iku ngelungna situk
salakke. Mat Pithi terus ae njeber barek merem.. wong ancene sueppet-keccuut rasane. Penasaran, njupuk salak anyar saka karung, diicipi... pancet gak onok legine.... Setengahe bingung ndadak ibu-ibu mau morang-moring njaluk bali duwike.... Mat Pithi muntap terus mbales.

"Ooo alaaaah Buuu Bu.. sampeyan niku lak piyayi bojone pejabat se? Pantes nek negarane iki gak maju-maju, lha ibuk-ibuk pejabate gak kreatif blas.. Sampeyan mik kapusan 50 iji salak ae pun morang-moring.... lha awak-awak kapusan 3 karung, malah ngapusi..... hahahaaa pun niku nek purun salake maeng sampeyan pek kabeh tasik 1.5 karung.... "

(Mat Pithi langsung ninggal prung salak-salake terus nggeblas molih nang nguter, ambek etung-etung bathene dodolan salak kecut ditambah turahan sangune tuan sinyo saka NY wingenane...)

SATUS NJALUK SLAMET

Eling-eling Mat Pithi dadi tukang becak, aku eling Dulmanan tukang becak nduk Suroboyo. Suwe Mat Pithi dadi tukang becak nduk Jakarta. Lebaran mulih Suroboyo tilik bojo, gayane bedo rek. Mudun soko sepur langsung ngenyang becak.

"Embong Malang piro, cak ?"

"Telung atus mawon, Pak," jare Dulmanan. Mat Pithi moring-moring.

"Yak opo koen iku. Mbong Malang ketok soko kene, peno muni telung atus."

"Murah niku, Pak," jare Dulmanan kalem.

"Satus seket ae, wong ketok soko kene kok."

"Buk-abuk sampiyan niku pripun se. Mbulan jugak ketok saking mriki, mboten entuk telung atus mbayar-e,Pak." Dulmanan arek duro gak gelem kalah.

"Gelem gak? Gak gelem yo wis." Mat Pithi mangkel.

"Nggih pun ngriki." Dulamanan tukang becak ngalah. Mat Pithi cengar-cengir kroso menang.

Becak mblandang buanter koyo mercon sos-dor. Apollo kalah banter. Mat Pithi ketar-ketir.

"Koen iku yak opo se? Mancal becak cik buanter-e!! Lon-alon opo-o!!!"

"Buk-abuk, sampiyan niki kakehan cangkem. Wong numpak becak satus seket kok njaluk slamet. Nek mbayar satus seket, rem-e nggih ngangge tembok, Pak. Lha nek tambah satus, rem-e ngangge rem pancal." Dulmanan ngomong kalem. Mat Pithi raine abang ireng.

NERUSNO CRITANE MAT PITHI NDHIK MALANG

Gak suwe anggone mat Pithi blangkemen, wis kudu mengo maneh cangkeme mergo duro sing mbecak wis kaliwat-liwat anggone akrobat. Gak mek perkoro nyelip kendaraan sing liyane, trotoar lan pembatas dalan pun wis dipadhakno ae karo embong aspalan. Kadang iso munggah sampek cidek-e pagere omah pinggir dalan sing diliwati mergo becake kudu mencolot nang trotoar ngindari dalan sing aspale bolong kabeh.

"Cak, ojok grusah-grusuh sampeyan iku ... lek nubruk wit utawa pager lak iso gawat, tah .... "
"Wis talah sampeyan iku menenga ae, Cak ... gelem teka cepet nggak, sih??? ...." bantahe.
"Lho lek ngguling barang lak iso ciloko se ... sampeyan iku mabuk, ta??
"Wah, sampeyan iku pancen rewel temen, kok ... ngono lek diarani crewet gak gelem "
"Engkok lek ngguling yok opo???!!!! ... angel temen sih kandhanane sampeyan iku ..." mat Pithi wis mulai nggak sabar lan uring-uringan "Wong edan iku" batine ....

Gak let suwe opo sing dikhawatirno temen kedadeyan, becak sing ngepot mrana-mrene, mencolot ngono-ngene iku mlebu nang bolongan dalan, nyanthol terus .... GUUBBRAAAKKK !!!!
Mat Pithi karo 'duro becak' pating pecothot ngglundung mencelat nyang endi-endi.
Klambi karo cladane mat Pithi akeh blethok-an nang kana-kene malah sebagian suwek barang.
Gak trima ngalami kedadeyan sing kaya kene mat Pithi ngamuk mendelik-mendelik karo tuding-tuding "Jiaancuuk pancene koen iku!!!!! nang endi matamu, hah ???!! Bolongan sak mono gedhene mbok sosor ae .... gak duwe mata ta koen???. Durone gak kelar tangi (remek ketoke) terus njawab kalem ..
"Wadhuh, mas ... sampeyan sing ndik ngarep ae gak eruh nik onok bolongan ..... opo maneh aku sing ndhik mburi ......"

Lho, jancukan temen ta 'duro becak' iku ....

MAT PITHI PREI-AN

Pas prei-an wingi Mat Pithi mlaku-mlaku nang Malang. ben ndino ublek-2 ae. lha yok opo pancen kuto kelahirane ndik kono. masio wis lungo adoh nang endi-2, gak srek ae atine, nek gak mulih nang Malang..

Kaet isuk Mat Pithi wis metu. wis kemput ngicipi sembarang panganan, sampek wetenge wareg lan sikile keju kabeh. wis wis gak kuat mlaku nek ngene iki. lha pas mikir ngono iku mau onok tukang becak nganggur ngenteni penumpang ambek ngrungokno ndang ndutan. bareng dililang liling tukang becak mau nawari. becak tha cak !!! Gak mikir pindo langsung takon..piro cak nang jalan welirang.

"Sewu limang atus" jarene tukang becake.." Cik larange..limang atus ae.

"Yo wis ayo.. (kaet isuk dorong onok penumpang, lumayan limang atus timbang enggak) pikire. Gak suwi Mat Pithi aruh-aruh..

"Sing genah, ati-2 cak, nek nyetir ojok mbok zig zagno ngene, yok opo se awakmu iku.. gregeten temen Mat Pithi. wong numpak becak kok dienggok enggokno, nyalib kiwo tengen..opo ati iki gak deg-2an tha.

Ngono iku tukang becake ndableg ae. pancet digetno pancalane. jenenge Mat Pithi ilang wis sabare. ambek mencureng ngomong maneh ambek tukang becak iku mau.

"Cak sing nggenah lho yo..ojok aneh-2..

"Sing nggenah yok opo sampeyan iku menengo ae, gak usah kakean omong"

"Gak ndelok tha akeh kendaraan ngene iki.. nek awak riko dewekan sak karepmu..

"Sampeyan iku sing aneh. wong mek limang atus ae kok njaluk slamet.

Mat Pithi blangkemen ambek ngurut dodo. repot pancene nek musuh wong duro, endi tau gelem kalah omongan..lak mesti onok ae jawabane.

KOPI PANAS TELUNG ATUS ...

Mat Pithi mari lunga kloyongan, wong ancen tukang becak, rek, yo genjot sana genjot sini. dasar hawane Suroboyo akhir-akhir iki puanas sekaleee (wong wit-wit, masiyo wis umure puluhan tahun, kudu dikethok dadi mik 2 meter, supoyo gak nyundul kabel listrik. Lho disik endi se wong sing narik-i kabel mau mbarek wit-wit mau?).

Mat Pithi mampir ndik warung cidek Kembangkuning (sing nek bengi akeh balon-e, lan podo pating kleler lan klekaran ndik bong cino), takon. "Kopine sing adem pinten, yu Is?' (wong kenal, kok).

'Adem limang atus' (karep-e ngono sih ambek es batu)

'Nek sing panas ?'

'Sing panas telung atus!'

Duwik-e Mat Pithi cumak petang atus. Kate tuku sing adem cek seger kok kurang. Diputusno ae tuku kopi sing panas ae. Babah, wis, pokok isok ngombe, pikire.

'Sing panas mawon, yu...'

Yu Is ngedoli kopi panas kanggo Mat Pithi. Banyu panas mongah-mongah saka ceret sing ndik kompor disokno ndik cangkir. 'legi tah cak Mat ..' takone rodok lembeng.

'Sing legi, yu... Manis, koyok sing dodol...'

Kopi jik panas-panas, mongah-mongah, digoglok ae mbarek Mat Pithi.

Yu Is, ndelok koyok ngono iku mau aruh-aruh 'cak Mat... yok nopo se sampeyan niku. Wong kopi jik panas kok disantap ae. Mbok ngenteni adem opo-o...'

Jare Mat Pithi 'Lhe.... peno kate mbujuk-i aku to ?'

'Mbujuk-i yok opo, se, cak...'

'Lha engkok nek kopiku wis adem kaet tak ombe, lak mbayar limang atus aku...'

KLOWOR, CIK PINTERE AREK IKI

Lha sing jenenge Klowor anake Mat Pithi, patutan saka Saropah iku lak nemen tah ngganthenge. Wis nggantheng kathik sekolahe puintereeee gak ilok. Lha biyen lahire lak hasil percobaanne Saropah ngramu jamu. Jare jamu Becak Super, ngono. Ramuane, sakliyane cabe-puyang, bratawali, temu giring, temu ireng, temu lawak, godhong kates.. kathik ditambah ginseng tinggalane mbahe Dul Kimpong ketambahan oyot Purwoceng, teka pucuk Semeru, kampunge Mat Pithi.

Mari ngombe, jare gak mari-mari, "BALADEWANE" Mat Pithi terus ndengagak, minta tandhing. Lha Saropah mumet, gak sempat dodolan suwe-suwe, kepeksa nangani si Baladewa iku. Mat Pithi ya kepeksa gak narik becak, wong tahu atene ngerem becak, malah kleru nyandhak BALADEWANE dhewe hare...

Hasile, ya si Klowor arek nggantheng tur pinter, merga kakeyan bahan, kurang ukuran iku... kabeh mlayune nang rai ambek utek. Tapi eleke Klowor iki duwe kebiasaan nang endi-endi nggowo MUK (Cingkir tekok blek iko lho) ambek Spidol. Ngono mulai cilik sampik gedhe ijik ae... mbuh gae opo iku ?

Buktine nek Klowor iku uteke encer, ngene lho. Pas sekolah SD INPRES Morat-marit, meneri kelas lima ana pelajaran PSPB tah (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsat). Lha waktu iku Bu Guru Sri Lumintuwati, lagi nerangna Hari Kebangkitan Nasional terus disambung tekanne Soempah Pemoeda, karepe. Sak wise nerangna lahire BOEDI OETOMO ambek peristiwa SOEMPAH, Koen PEMOEDA sing jare nganggo ngik-ngokane mBah Wage Soepratman ika, Bu Guru Sri Lumintuwati takok nang Klowor sing lagi liyer-liyer, mergane bengine mari nonton Kethoprak Humor nang RCTI jare...

"Klowor, ndhek tahun 1908 tanggal 20 Mei Boedi Oetomo lahir, mulane disebut hari kebangkitan nasional. Terus tanggal 28 Oktober tahun 1928, ana apa nang Jakarta, Gus?"

Klowor mumet. Blas nggak nyandhak. Tapi dasar Klowor, onok ae akale, terus etung-etung, terus mesem ambek njawab, "Anu Buk.. Niku mBah Boedi sampun umur 20 tahun.... "

Bu Guru: "kana raup dhisik koen.... sontoloyo iki....) Murid liyane: "Hahahaaaaaa.... bener.. bener.... mBah Boedi umure 20 tahun..... heheheeee...!!!!" (lho lak puintere nemen tah arek situk iku?)

SAMPEYAN MESTI RANO KARNO, NGGIH..

Mat Pithi numpak sepur, Jakarta-Surabaya, Gayabaru. Golek sing murah, kok. Bayangno, cumak 12.500 isok numpak sepur kliwat 17-jam, opo gak enak iku. Timbangane numpak Argo-argoan, sing meh 250-ewu, cumak oleh 9 jam.

Ndik ngarepe lungguh wong wedok, embah-embah, wis tuwo. Kaet budal saka Jakarta ndelok ae mbarek Mat Pithi. Koyok-koyok gak percaya. Kacamatane dicoplok, digawe, dicoplok, ngono terus. Ketok onok sing kate diomongno mbarek Mat Pithi.

Ketok-e wis gak kenek diempet maneh. Ditekad-tekadno ngomong mbarek Mat Pithi.

Jarene : "Sampeyan niku nopo Rano Karno ?"

Mat Pithi : "Sanes, mbah"

Mbah : "Lha sinten?"

Mat Pithi : "Kulo Mat Pithi mbah, lare Kapaskrampung"

Mbah : "Wik. Sampun mbujuki. Wong kulo ben Senen mesti ningali sinetron sampeyan, kok. Niku lho, Si Dul Arek Sekolahan. Lak enggih ta? Sampeyan lak Rano Karno, to ?"

Mat Pithi : "Sanes mbah. Sumpah. Kulo niki Mat Pithi, loper koran. Sanes Rano Karno".

Mbah wedok mau terus ae gak percaya. Pokok-e Mat Pithi iku mesti Rano Karno. Ngono iku gak mari-mari. Mulai teko Cikampek sampek Lamongan.

Sak durunge mudun ndik Lamongan, si mbah mau ngomong.

Jarene : "Pun talah, mboten usah mbujuki. Wong kula niki pengagum sampeyan. Sampeyan mesti Rano Karno. Nopo-o se, kok mboten purun ngaku?. Isin tah ?"

Mat Pithi mangkel. Dikandani dudu Rano Karno gak percaya ae. Mangkel-mangkel Mat Pithi nyauti : "Nggih mbah. Kula niki Rano Karno. Pun tah, puas ?"

Mbah wedok mau terus meneng. Suwe milang-miling ndeloki Mat Pithi. Jarene mbah mau "Tapi...."

"tapi nopo, mbah ?"

"Kok mboten memper, nggih ?"

GAK NGIRO CAK, PENO IKU PINTER NDONGA ..

Sawijining dino Mat Pithi ditelpon Marpuah pacare.

Marpuah: "Cak, engkok bengi peno tekoo mrene yo. Bapak mbarek Ibuku kate lungo luar kota nginep. Peno sanguo klambi opo ae lah, pokoke peno nginep kene."
M.Pithi (suenenge gak karuan): "OK Marp. Engkok jam pitu aku teko"

Mat Pithi buru-buru nang apotik kate tuku kondom.

M.Pithi : "Pak, aku tuku iki pak" (ambek ngacungke tangane mergo isin)
P. Aptk: "Tuku opo nak ??? Inhaler tah???"
M.Pithi: "Dudu, tapi iki lho....."
P. Aptk: "Opo ? Balsem tah ?"
M.Pithi: "Aduuhh pak iku lho (ambek bisik-bisik) kondom"
P. Aptk: "Ooh iku ta, kate pilih sing endi? Sing short time, long time opo glow in the dark?"
M.Pithi: "Ah embuh pak aku gak ngerti, opo ae lah"
P. Aptk: "Kate gawe sedhilut opo sewengi?"
M.Pithi: "Wah yo sewengi pak"
P. Aptk: "Ha ha ha, nek ngono iki sing long time ae"
M.Pithi: "Yo wis, tuku situk ae"

Mari mbayar Mat Pithi buru-buru lungo. Penjaga apotik sempat ngomong "Sukses yo nak". Batine Mat Pithi "Wuik sueneng aku didongakno sukses".
Bengine pas Mat Pithi tekan omahe Marpuah, ndhik ruang tamu Marpuah ngomong "Cak wah sorry ya, Bapak Ibuku gurung budhal je"
M.Pithi: "Gak popo, paling-paling dhilut engkas podho budhal"

Gak sawetoro suwe teko njero ngomah Marpuah diceluk ibune : "Mar, ayo mangan bengi sik, iku koncomu dijak pisan". Marpuah ngajak Mat pithi mangan, sakjane M.Pithi ya rodok sungkan. Ndhik meja makan kumpul Marpuah, Mat pithi, Bapak ambek Ibune Marpuah.

Bapak: "Wis koyok biasane, sadurunge mangan kita mesti berdoa. Cobak saiki sing mimpin doa tamune Marpuah, ayo nak."

Mat Pithi langsung moco doa ndermimil, sak menit, rong menit...sampek seprapat jam lagek rampung.

Marpuah (mbisiki Mat Pithi): "Wah gak nyongko cak lek peno pinter ndonga"
M.Pithi (balik mbisiki Marpuah): "Aku yo gak nyongko lek bapakmu iku tibakno PENJAGA APOTIK

SALAD dan MIE

Ono pejabat teko Indonesia berkunjung nang Amerika mbarek bojone. Pas acara perjamuan makan malam bojone pejabat maeng omong-omongan mbarek tuan rumah.

Mrs X : Do you like "Salad" ?

Ny Y : Oh yes, five time a day.

Mrs X : (woow) What kind of dress do you like for salad ?

Ny Y : Mukena.

Mrs X : ????

Mene-ne gantian pejabat teko Indonesia ngadakno jamuan makan malam, mbarek mempromosikan masakan Indonesia, disiapno menu khas senengane sang nyonya, mie rebus (noodle)

Ny Y : Mr X, you should try "Mie"

Mr X : slowly please, don't ever my wife hear it.

Ny Y : Oh never mind, she can try "mie" too, its still hot, very deliceouse.

Mr X : (oh my god, she's maniac)

USUM DUREN

Nek mbiyen, usum duren ya cumak 2-3 wulan setahun, terus uwis. Sak iki, ketok-e, sepanjang taun ketok duren ndik pinggir dalan. Nek pas liwat, ambune kari ndik njero montor. Montore wis adoh, ambune kaet sumlenget. Seje nek numpak montore Gigih, wong dobol kabeh. Kathik bodine blas gak onok sing nemplek chasis, kok. Bener-bener natural. Liwat ndik panggonan opo ae, ambune mesti katut. Wong nek pas udan yo melek teles, kok.

Crita perkoro duren. Mat Pithi wis suwi gak tau mangan duren. Wong nek pas mangan iku gak liyo mergo nrambul melok kancane, kok. Lha yok opo se, rek, cik larange duren mau. Opo maneh sing Bangkok, situk isok sampek petangpuluh ewu. Sing petruk, keluaran Pati, yo gak kurang saka selawe telungpuluh situk-e.

Mat Pithi yo cumak dlongop ae, mbarek ilere netes, nek ndelok wong pating klamut nglamuti ponggene. Kadang wong siji mbukak loro tah telu, dientekno dewe.

Mat Pithi, wong ancen gak duwe duwik, yo yok opo maneh. Ngrasakno tah mangan duren, gawe sarapan ae gak tau klakon, jare.

Suwe Mat Pithi ngrekadaya, mikir, yok opo iso ngrasakno duren.

Dieling-eling, jaman cilikane mbiyen, yok opo rasane duren iku. Mbayangno rodok suwe.....

Hah, ngerti aku carane, batine Mat Pithi.

Mat Pithi mlebu nang pawon, njukuk gulo abang sak neker. Terus mlebu kamar njukuk sarung. Clono dicoplok, cumak kancutan thok. Sarunge dikrukupno ndik endase, rapet, karo ndodok. Sarung nutup sampek lemah, brukut, gak onok sing bolong blas. Gulo diemut. Mari ngono Mat Pithi ngentut didawak-dawakno.

Klakon wis Mat Pithi ngrasakno duren gak athik duwik. Rasane legi, ambune uleng-ulengan. Lak koyok duren, se, rek ?

Tuwuk, mat ?

HABIS BUANG AIR HARAP DISIRAM ..

Kocapa, Mat Pithi nang jero toilet gak metu-metu malah sar-sor mbuangi banyu. Suwe-suwe malah swarane koyok lagi nawu jedhing.

Gak let suwe Mat Pithi njedhul, nyangking cidhuk, mlebu nang jedhing situke. Nang kono ngono maneh. Cidhak-chiduk, sar-sor.. nawu jedhing.

Jedhul maneh. Pindhah jedhing situke.. ngono maneh.

Sing jaga jedhing dadi morang-moring. Lha jedhing 10 ditawu kabeh. Terus pas jedhing terakhir, Penjaga toilet nemoni Mat Pithi barek morang-moring.

"Peno iku yok nopo se.. jedhing 9 ditawu kabeh. Atene ngajak duel tah?"

Pithi: "Lho sing ngawur niku lak sampeyan tah Cak? Aku lak mik nuruti sampeyan. Wong ngesing thok diakokna campur ngoyoh wis tak turuti. Nganti kepoyoh-poyoh."
Penjaga: "Nuruti yok opo wong banyu 9 jedhing sampiyan entekna ngono"

Pithi: "Pena iku tahu sekolah tah nggak. Cobak aku lak lagi maeng iku maca pengumuman sampeyan tah Cak?" (Mat Pithi nuduhna plang cilik ngguk balik pintu jedhing, Penjaga maca seruuu)

Penjaga: "HABIS BUANG AIR HARAP DISIRAM, Lho apane sing salah se lak wis umum tah?"

Pithi: "Umum mbokmu ngono? Delok-en talah. Ethok-ethoke aku mari ngoyoh... terus disiram... byurrrr...."

Penjaga: "Lha iyo. Laopo banyu sak jedhing mbok entekno?"

Pithi: "Sampeyan niku ancene gebleg dialap dhewek. Nek aku nyiram uyuh-ku byurrr ngene iki artine sing tak buang nang njero jimbeng iku apa?"

Penjaga: "Yo banyu rek, mosok duduh rawon?"

Pithi: "Lha yo wis pinter ngono lho. Dadine aku gak salah. Soale pengumuman sampeyan 'HABIS BUANG AIR HARAP DISIRAM', saking mangkele, penjaga njupuk cidhuk, mari Mat Pithi ngoyoh maneh, terus disiram... byuurrrrr.... Mat Pithi ganti sing ngamuk

Pithi: "Gak maeeeen. Goblog temenan se sampiyan .... mosok aku disiram...."

Penjaga: "Iki ngono lak nuruti sampeyan. 'HABIS BUANG AIR HARAP DISIRAM' Lha sing buang air lak dhapur sampeyan... lha aku nyiram... hehehee... byuuurrr... hahahaa... haep... glp....

(Akhire kabeh banyu jedhing gae siram-siraman..... )

NDELOK RUPAMU MALIH KEBELET NGUYUH, CAK ..

Mat Pithi ancene tokoh terkenal. Sak wise dibengoki ambek penjaga toilet, Mat Pithi gak trima.

Terus mbayar kuranganne 300, kathik ditambah maneh 300. Jare Mat Pithi barek mesam-mesem: "Ooo ngaten tah... lha nek ngoten niki kula mbayar dhisik. Ajenge mangsuli buang air kecil. Nontok rupa sampeyan kok dadi kepengin ngoyoh ngene se?"

Sing jaga toilet, seneng barek heran. Lagi iki onok wong ngoyoh bayar ngguk ngarep. Sak lagine "mbendhul" nang Dolly ae mbayar keri hare...


NGISING IKU GANDENGANE NGUYUH..

Mat Pithi lego wis. Mulih teko rumah sakit Budi Mulia, mari nambakno larane sing mbuh waras diapakno ambek sapi iku mau. Ndadak bareng tutuk lobi rumah sakit mat Pithi loro weteng. Mules. Ujug-ujug ae mat Pithi mlayu nang toilet.

Mari mbuwak 'hajatane', rumongso wetenge wis enak, mat Pithi metu teko toilet.

Petugas toilet sing lungguh ndik kono iku langsung ae mbengoki mat Pithi :
"Mbayar dhisik, Lik...!"

Mat Pithi -gayane yo rodok methakil- mek ngelirik petugas iku mau ambek ndelok tulisan sing nempel nang tembok kono: 'Buang air besar Rp.500,- ; Buang air kecil Rp.300,-'

"Nyoh...!", mat Pithi ngekek-i petugas toilet iku mau duwit limang atus repes.

"Lho... kurang, Lik...! Kurang tigang atus malih..."

"Kurang ndasmu kono...!"

"Lik, sampeyan wau lak ngeseng tah..?"

"Iyo..., aku mok ngeseng thok koq...!"

"Lha inggih... biasane nek tiyang ngeseng niku nggih kaliyan ngoyoh. Mosok sampeyan ngeseng mboten kaliyan ngoyoh..? Dados... sedoyo wolung atus, Lik...!"

"Diamput…. !!"

AKU YO KERE..... ! (TERUS NGGEBLAG)

Mat Pithi iku pancene akeh pengalamanne. Sakdurunge dadi satpam, pasangan aplosanne Cak Kimpong, Mat Pithi iku biyene tahu frustasi.

Budhal teko deso, nang kutha karepe golek penggaweyan. Keterak modal ijazah sing mek tamatan sekolah rakyat, kepeksa wira-wiri gak entuk penggaweyan sing cocok. Akhire akal-akal jange bukak bengkel sepeda. Emane durung duwe modal, kanggo tuku jugil-ban, pompa, kunci-inggris, tang, lem, amril, lsp. Jange mulih nang desone, kebacut isin ambek tonggo-tonggo. Akhire diniati lan ditatag-tatagna arep nglakoni NGEMIS.

Pancene ya lagi rekasa, mulane gak usah digawe-gawe, pancen potongane wis ngere. Operasi dina pertama, sueneng pol, wong mik mlaku 2 blok wis entuk 3000 repes. Operasi perngemisanne tambah ndadi lan tambah luas wilayahe. Akhire ono sing niteni. Malah apal sampek jam-jame operasine Mat Pithi. Wong mau terus akal-akal nek atene jam operasine Mat Pithi teka, terus ganti pakean "kere", terus ndodok nang ngarep pintune dhewe api-api kaya wong lagi ngemis jaman biyen.

Bolak-balik angger Mat Pithi atene ngemis nang ngomah kono mesthi kedhisikan. Suwe-suwe Mat Pithi penasaran. Ing sak wijining dina, pas arepe mampir wis kedhisikan maneh, Mat Pithi terus ngglibet, ngintip kere sing lagi ndhodhok. Gak let suwe ketok kere mau ngadek. nDadak Mat Pithi bisa ngenali raine. Raine sing duwe omah. Kemropok rasane atine, jange ngajar wong mau.

Mene-ne Mat Pithi teko kono wis didhisiki maneh. Saiki Mat Pithi gak ngglibet, malah melok ndhodhok nang mburine wong mau. Kere gadhungan klejingan. Sebabe Mat Pithi gak lunga-lunga, tetep dhodhok "ngantri" nang pinggire. Wis entuk 2 jam Mat Pithi ngajar wong mau. Lha Mat Pithi sing wis kulina ngere hare ditandhingi?

Bojone sing duwe omah rumangsa sakno ambek bojone. Akal-akal nemoni Mat Pithi barek alok: "Mas... mbok sanese nika lho. Wong ngemis kok betah men ngantrii..."
Mat Pithi mbales mangsuli: "Wah Den Putri, lha lak luwih betah sing teng ngajeng kula niki, wong kula antrine sakmarine dhe'e?" Sing duwe omah gak gelem ngalah: "Lha podho-podho kerene ngono lho, mbok sampeyan kabeh pindhah teng liyane....." (biasane nek wong ngemis diomongi liyane terus pindhah)
Mat Pithi: "Wah Bu, liyane wau empun kabeh.... kantun ngriki sing dereng.... Lha napa Den Kakung mboten wonten?"
Sing duwe omah: "Aku yo KEREEEEE.... !" terus nggeblak kekeselen dodok.


IKU NGONO JENENGE LINGGIS, CUNG !

Mat Pithi duwe ponakan jenenge Markun sing jik tas ae dijupuk teko ndesa. Jarene ngono atene digolekno gawean ndhik Suroboyo.

Sakwijining dina Markun diajak Mat Pithi kondangan sunatan anake Dul Kimpong. Dasare Markun arek ndesit gak tau eruh panganan kutha, opo ae sing ndhik meja diincipi kabeh.

Mari kondangan, tekan omah Markun takok Pak Lik-e "Lik, roti sing cilik-cilik wau namine roti nopo se?"

M.Pithi: "Roti cilik-cilik sik endi se?"

Markun: "Niku lho sing radi pethak, wujude kados dimik korek api, raose kados kayu"

M.Pithi: "Huss, iku mau duduk roti cung. Iku linggis gae sogok untu !!!!"

SOPO SING NGENTEKNO LINGGIS?

Mari mangan, mbarek bojone, Mat Pithi sliliten. Wong yo gak mangan daging. Sak jeg krismon iki pancen gak cukup bayarane cacak peno iki nek kathik daging-dagingan barang. Iki mau sliliten tewel, sing pancen modele nyerat koyok daging.

'Endi linggise, buk'

'Lha, ndik kono biasane'

'Gak onok'

'Lho, entek antarane pak. Wong wadahe kothong ngono, kok. Gak ngonone, cik trapase se arek-arek iki. Digawe opo ae se tusuk gigi iki'

'Ti...Ti...', Saropah mbengoki pembantune, asale Trenggalek, jenenge Heti Koes Endang.

'Dalem, buk...'

'Koen sing ngentekno tusuk gigi, ya'

'mBoten, buk...'

'Koen mesti. Wong kapan iku ibuk tuku, kok wis gak onok. Mbok gawe opo ae, Ti. Paling mbok gawe nyumet kompor, ya?'

'mBoten, buk..., sumpah. Sanes kula sing nelasaken'

'Wis talah, ngaku ae. Koen to sing gawene nggawe tusuk gigi iki?'

'Sumpah sanes kulo sing nelasaken, buk'

'Lha sopo?'

'Kulo nggih ndamel, buk, nek tepak sliliten nika. Tapi nek kulo ndamel, mantun kulo damel nyukiti slilit, nggih kula wangsulaken malih, kok. Dados, nggih sanes kulo sing nelasaken...'

'Lhe... mok balekno ndik njero wadahe iku maneh ?'

'Lha enggih to, buk. Tirosipun kapurih ngirit...'

PETANI LUGU

Krisis ekonomi sing mulai tahun 1997 gak mandeg-mandeg sampek sak iki. Negara koyok diporoti entek-entekan. Mat Pithi, petani, sumpeg temenan. gak onok maneh sing isok ditandangi lan kenek dijaluki tulung. Entek akale, mat Pithi kirim surat mbarek Gusti Allah. Isine koyok ngene :

Duh Gusti. Kulo nyuwun gunging pangaksami ingkang kathah. Sak niki kulo mboten gadhah duwik babar blas. Padahal anak kulo kedah mbayar sekolah lan tumbas seragam sekolahe. Kulo betah duwik 100-ewu. Ingkang pitung doso ewu bade kulo damel mbayar sekolah, dene ingkang tigang doso ewu bade kangge tumbas seragam. Nek kangge neda saben dintenipun kula taksih onten, masiyo tah namung sekedik. Gusti kulo nyuwun bantuan.

Surat mau diamplopi, ditulisi 'Katur Gusti Allah ingkang murbeng gesang" terus diposno.

Jelas ae kantor pos sing diposi surat mau bingung, kate dikirim nang endi surat koyok ngono iku mau. Lha bingung-bingung koyok ngono iku surate dikekno nang Polsek setempat. Kapolsek terus moco isine surat iku. Sak aken, batine.

Kapolsek nduwe inisiatif, surat iku mau kate dibalesi. Pak kapolsek duwe duwik seket ewu. Saka anak buahe nglumpuk duwik telung puluh ewu. Total wolung puluh ewu. Pak kapolsek mrintahno salah sijine anak buahe kanggo ngeterno amplop sing onok isine duwik 80-ewu mau nang omahe Mat Pithi.

Jelas ae Mat Pithi seneng banget. Surat lan dongane keturutan, oleh balesan saka Gusti Allah. Amplop ditrima, duwik-e dietung, 80-ewu.

Sak wise pulisi sing ngeterno surat mau mulih, Mat Pithi nulis maneh, surat kagem Gusti. Terus diposno maneh. Gak urung pihak kantor pos yo kepeksa nerusno surat iku maeng nang kantor polisi, polsek, setempat.

Pak Kapolsek ngilang-ngiling surat iku mau. Nek tak delok-delok, sing nulis surat iki podo mbarek sing wingenane, wong tulisan pada. Pak Kapolsek penasaran, surat dibukak.

isine surat mau ngene: "Gusti, kula sak kulawarga ngaturaken gunging panuwun dene Panjenengan kepareng midangetaken panuwun kula. Kula sak kulawarga remen sanget. Namung punika, mbenjang-mbenjang malih, menawi badi maringi arta sampun dipun liwataken pulisi, mangke dipotong malih. Wong dalem lak nyuwun 100-ewu. Ingkang kula tampi namun 80-ewu".

MAT PITHI PENSIUNAN MARINIR

Tepak Mat Pithi dadi marinir mbiyen, tau dines nang Kalimantan Utara. Operasi Dwikora, eling gak peno-peno kabeh?

Pas mlebu-mlebu alas, wong mungsuhe yo gak main-main, pasukan Gurkha, jare, Mat Pithi kepeksa ngorban-no sikile sing ngidhek ranjau darat. Yo ambyar, rek, sikil sing sebelah tengen.

Untung kanca-kancane cepet nggawa Mat Pithi nang barak, dadi jik isok ketulungan nyawane. Perkara sikile sing tengen, yok opo maneh, wong ancur mulai ngisore pupu thithik sampek ngisor. Cobak rodok munggah thithik.
Begitu tekan barak, langsung diupokoro mbarek dokter-dokter bedah sing ahli. Sikile sing karek thithik jik isok ditulung, tapi disambung mbarek sikil liya, sing wonge wis mati. Kanibal, ngono, lah...

Cumak, wong situasi darurat, yo oleh sikil sak kecandake. Dawane rodok kacek kira-kira 2 cm. Wis gak opo-opo. Rodok pincang thithik lak malah tambah gaya, tah, wong tentara mulih saka perang. Isok digawe crita. Jugak kelire kulite sing rodok gak patek podo. Mat Pithi ireng, sikil gantine rodok putih. Wis, yo gak opo-opo. Wong yo nek dines kan nggawe clono. Nek ndik omah, ya sarungan. Sing penting sikilan, gak nggawe kruk.

Mat Pithi onok meh sewulan ndik rumah sakit (wis diusung saka barak sing ndik garis depan). Durung isok mudhun, ngenteni sambungan sikile waras. Mat Pithi ya wis lumayan marem, gak perlu nggawe kruk engkuk-e.

Bareng wis waras, Mat Pithi wis mulai dines maneh. Mlakune tambah gagah, masiyo rodok pincang thithik. Tapi jik tetep tegap. Marinir, rek....

Cumak, onok sing aneh mbarek Mat Pithi sak iki. Nek katene nguyuh mesti tiba, nggluntung. Mak glundung....

Wis pirang-pirang dina iki Mat Pithi nek nguyuh mesti golek nggen sing rodok sepi. Lha lak isin, se. Wong angger nguyuh mesti ngglundhung, kok...

Gak kuat nandhang wirang koyok ngono, Mat Pithi njaluk ketemu mbarek dokter sing ngoperasi sikile mbiyen. Wong wis suwi, ya rodok kangelan ketemune.

Bareng ketemu, Mat Pithi nyritakno nasibe sing dialami sak iki. Doktere terus mbukak arsipe. Ndeleki data-data sing tau dinggo ngoperasi Mat Pithi mbiyen.

Ketemu, wis ....

Tibak-e critane ngene. Sikil sing dinggo nggajuli sikile Mat Pithi sing ancur mbiyen iku sikile arek wedok. Lha nek pas katene nguyuh, sikil tengen sing sikile arek wedok iku njaluk ndodok....

ONOK IWAK ?

Mat Pithi kerja nang bar. Dodolane, ya mesti bangsane minuman keras. Dawet ya gak onok. Opo maneh es cao.

Onok arek teko, Wonokerun. Njujug mejane Mat Pithi, karo takon : 'Onok lele, cak ?'

Jare Mat Pithi : 'Gak onok, dik'

Wonokerun metu.

Mene sorene maneh teka, njujug mejane Mat Pithi. Takon: 'Onok lele, cak ?'

Jare Mat Pithi : 'Gak onok, dik'

Wonokerun metu.

Mene sore ngono maneh. Wonokerun teka maneh. takonane podo. Mat Pithi mulai morang-moring.

'Dik, ndik kene iki bar, duduk warunge cak Dirun. Ndik kene iki dodolane omben-omben, sing larang-larang. Nek peno katene golek lele, iko lho, ndik iringane bar iki rodok etan', mbarek getem-getem. Dobol ancene Wonokerun iki, wong ndik bar kok takok lele. Tak pisui pisan kapok koen, Jancuk.

Mene sore ngono maneh. Wonokerun teka maneh. takonane podo. Mat Pithi tambah morang-moring.

'Gak dik, peno iku cik goblog-e se. Pisan maneh peno takok lele ndik kene tak paku peno. Metu !'

Mene sore Wonokerun teka maneh. Mbukak lawang, nyidek nang mejane Mat Pithi. Mat Pithi wis siap-siap kate morang-moring.

Wonokerun takok : 'Cak, onok paku?'

Mat Pithi : 'Gak onok !'

Wonokerun takok maneh : 'Cak, duwe palu ?'

Mat Pithi : 'Gak onok. Ola opo se peno takok paku, palu, barang iku?'

Wonokerun, njawab, polos, tanpa dosa : 'Enggak, cak. Nek ancen gak onok, aku kate takok'

Mat Pithi : 'Takok opo?'

Wonokerun : 'Onok lele ?'

MAT PITHI KALAH TOTOHAN

Posoan wis mari. Mat Pithi atine lega gak karuwan. Yok opo katene gak lega, wong sak iki Dolly wis oleh bukak maneh, sak wise kenek peraturan kudu tutup sak wulan penuh merga posoan wingi iko. Lha sak wulan njejet gak sobo Njarak (Dolly), bayangno ae cekot-cekote utek-e Mat Pithi.

Tapi, wong yo akeh sing mulih riyoyo, masiyo Njarak bukak, yo jik sepi. Cumak yo jik lumayan, timbang ndik omah mek ndelok bojone, Saropah, sing mek dasteran thok, kathik mambu lenga gas thok.

Mlebu ndik Bar Barbara, Mat Pithi langsung njujuk meja pojok, sing biasa dipanggoni. Lungguh ijen, mbarek klepas-klepus rokokan, ditunggoni bir rong botol.

Gak suwe onok wong, setengah tuwo, mlakune wis sempoyongan, ketok nek wis mabuk berat. Mbarek glegeken bolak-balik, wong mau nyidek- Mat Pithi. Lungguh bruk nang kursi sebelahe Mat Pithi, karo ngomong.

'Yok opo, Guk. Waras ae tah peno'
'Waras, cak'
'Cik ngganthenge awake peno sak iki, guk'

Mat pithi yo rodok bingung, tapi tetep ae mbalesi omongan. Biasa tah, arek Suroboyo lak blater nek mbarek wong liya. Masiyo tah durung kenal.

'Wok..., peno isok-isok ae cak', jarene Mat Pithi.
'Lho, endak, guk, temenan, nggantheng temen awakmu sak-iki'

Gak suwe wong mau ngejak totohan Mat Pithi, jarene 'Guk, aku tukokno bir sak botol, totohan, aku lak isok nyokot mataku sing kiwa'

Mat Pithi wis ngira, wong iki sempel. Utawa paling gak wis gak bek pikirane, merga mabuk. Endi onok wong isok nyokot matane dewe?

'Ayo, wis. Nek peno pancen isok nyokot moto peno sing kiwa, tak tukokno bir sak botol', jarene Mat Pithi.

Dancuk ! Dasar wong sekarat, batine Mat Pithi. Yok opo katene gak isok nyokot matane sing kiwa, lha wong moto sing kiwa mau palsu. Moto mau dicoplok, terus dicokot.

Yok-opo yok-opo, sing jenenge totohan, yo totohan. Mat Pithi kalah. 'Dancuk, dibujuki wong mabuk', batine. Wong mau ditukokno bir sak botol, langsung diglek entek.

Ambek glegeken, wong mau kanda 'Suwun, guk. Ojok dikiro awak iki mabuk, rek. Durung iki. Totohan maneh tah. Aku isok nyokot motoku sing tengen. Wani peno totohan sak botol maneh?'

Sempel, batine Mat Pithi. Wong iki mosok matane loro karo palsu kabeh. Mau sing kiwa genah palsu, lha sing tengen. Nek palsu pisan mosok eruh dalan tah, pikire.

Mat Pithi, sak iki wis rumangsa menang. Wong cumak mungsuh wong mabuk ae, dik....

'Ya, wis. Dadi'

Mari ngono....

O... dobol, wong gendeng mabuk. Dibijuki maneh...
Lha yok opo, wong iku mau moro nyoplok untu palsune, terus digawe nyokot matane sing tengen....

Prei sak wulan gak sobo Dolly, kedadeyan dibujuki wong mabuk.

GOLF

Mat Pithi mbarek Dul Kimpong, isuk-isuk main golf nang lapangan golf sing sak jane gak patek rame. Enak, isok main santai. Dasar lapangan golf mau pancen gak ngetop, terus jik isuk, yo ae sepi, rek. Wong loro mau main enak-enakan.

Bareng wis tekan beberapa lubang, saka kadohan ketok onok wong wedok loro yo lagek main. Pas ndik lintasan sing kate diliwati wong loro iku maeng.

'Wah, isok gak pindah jalur, yo Mat?' jare Dul Kimpong.
'Wis kadung tekan kene, Dul'

Suwe wong loro iku mikir.

'Mat, yok opo nek kon parani wong loro iku, njaluk ijin kate ngliwati jalure'

'Yo, tak budal' jare Mat Pithi 'Entenono sedilut'
Gak suwe Mat Pithi mbalik katik ambegane krengosan.

'Onok opo Mat?'
'Dobol. Bareng tak cidek-i, iku bojoku karo gendakanku main bareng. Sopo wani nyidek? Lak ketemon awak-awak slintutan. Peno ae cak Dul'

Dul Kimpong mlaku nyidek-i wong wdok loro sing lagek main golf mau. bareng wis cidek, dek-e yo gak wani nerusno lakune. Mbalik.

'Olah opo peno mbalik cak Dul?'

'Dobol'

'Opo-o?'

'Podo ae. Iku bojoku karo gendakanku'

ENDOG GODHOG

Mat Pithi doyane ambek endog godog bener-bener masak-alah. Mulai cilik-lik, sampek gerang daplok koyok ngono iku, nek ambek endog godog ojok takon maneh. Saben sempat, nek isok, ya mangan endog godog. Nek wis kakehan, ambek glegek-en, ambune endog godog sing basin mau nyembur saka cangkeme. Entute? Ojok takon maneh, buuadeg poll...

Sak wijining dina, Mat Pithi mulih kantor, numpak sepedah montor-e. Dadak ndik tengah dalan, mesine gak urip. Disetater bolak-balik, tetep ae. Busine diresiki, gak mempan. Mat Pithi terus nilpon bojone, kanda, nek rodok telat, merga mulih mlaku mbarek nuntun sepedah montor.

Dadak Mat Pithi ketok warung, pas mlaku nuntun sepedah montor mau. Mampir wis....

Eruh ae, opo sing dipesen Mat Pithi, opo maneh nek gak endog godog, sepuluh akehe. Ambek ngombe kopi susu anget. Nyamleng, jarene dewe....

Entek endog godog sejinah, jik pesen maneh rolas, dibungkus. Endog iku kate digawa mulih, dipangan ambek mlaku. Dadi sak dalan-dalan Mat Pithi ya nerusna kesenengane mau.

Tekan omah, bojone njemput nang embong, karo kanda, 'cak aku onok surprise kanggo peno'. Kanda ngono maeng karo nutupi motone Mat Pithi karo kain ireng, nggarahi Mat Pithi gak ketok opo-opo.

'Onok opo, dik?'
'Wis talah cak, gak oleh protes. Engko nek wis tak kongkon mbukak, baru peno bukak'

Mat Pithi dituntun Saropah nang meja makan. Suasana omah sepi banget. Mat Pithi gurung kober dilungguhno kursi, dadak onok telpon.

'Sik cak, peno enteni, tak nrimo telpon disik. Ojok dibukak, lho' wanti-wantine bojone.

Tepak, wis, batine Mat Pithi. Opo-o?

Gak ngono, rek, Mat Pithi iki kaet maeng lak wis mules tah wetenge, ya gara-gara kakehan endog godog, yo merga rodok masuk angin kemringet pas nuntun sepedah maeng. Silite wis kembut-kembut kaet maeng. Nek onok bojone lak sungkan tah nek katene ngentut, wong ambune gak mekakat, kok.

'PROT !' digetno ae entute. Wuik... ambune rek, blas gak onok enake. basin, badeg, kumpul dadi siji. Irung ditutup ae jik ambune gak karuwan. Untung gak onok saropah, batine Mat Pithi.

Wetenge slemet-slemet maneh. Ngentut maneh, wis... Digetno maneh, 'Brut !', ambune ngeget gak karuwan, mulek ndik ruangan sing bersuasana sepi mau. Sepi, tapi mambu badeg gak karuwan. Poll ! Tapi lak gak onok saropah, tah? Sepi, kok...

Let sedela Saropah teko. 'Sorry cak, kesuwen ngenteni'

Dadak onok telpon maneh. Saropah mlayu nang nggone telpon. 'Ojok dibukak lho cak'

'Iya', batine Mat Pithi lega. Yok opo, wong katene ngentut maneh, gak isok ditahan. Ketok-e sing sak iki rada mantep entute. Digetno maneh 'Brusss...!' Duh, tambah suwe ambune entut-bin-endog-godog iki tambah muleg, gak karuwan. bek-e wis mulai campur mbarek liya-liyane, koyok nek kebelet ngising.

'Bruzzz...!' digetno maneh. Ambune bener-bener serba sempurna badeg. Mat Pithi ae wis kebelet muntah. Cobak onok Saropah cidek, pasti Mat Pithi wis diusir dikongkon ngising.

Rodok suwe saropah teka. 'Sorry, ngenteni....'

Mat Pithi dilungguhno ndik kursi. Saropah mbengok:
'Surprise...! Selamat ulang taun !'

Oh... Mat Pithi kaet eling, nek dina iki pas dina ulang tahune. Matane dibukak, ambek ucek-ucek....

Tambah suwe pandangane tambah terang ....

Ndik meja makan mau wis mubeng wong akeh. Onok maratuwa sak bojone. Onok adik-adik ipene komplit. Malah onok bos kantore sing diundang bareng ambek bojone.

Kabeh mentheleng..... !

Lha yok opo, gak oleh rame mbarek Saropah, kate digawe surprise, dadak brass-bruss ae silite Mat Pithi kaet maeng. Endog godog, maneh....

RESLITING

Muslikah, arek seksi. Budhal kantor numpak bis kota nggawe rok sepan sing ngapret. Yo kangelan to nek katene munggah undag-undagane bis.

Tapi rok-e Muslikah onok reslitinge. Dadi nek kepengin mlangkah rodo amba ya reslitinge rodok dislerek mbukak sithik.

Masiyo iki yo koyok ngono. Kate munggah undag-undagane bis lak kudu munjuk tah sikile, gak isok. Rislitinge rodok dislerek cek mbukak thithik. Nyobak katene mlangkah munggah maneh, gurung isok. Dislerekno maneh. Pancet jik durung isok. Dislerekno rodok mbukak maneh, pancet ae.

Muslikah kaget bareng onok wong lanang, Mat Pithi, biasa, arek sempel iki, ujug-ujug mondhong Muslikah munggah bis.

Muslikah kaget, morang-moring: 'Peno ojok kurang ajar, yo. Ujug-ujug, gak kenal, kathik mondhong wong. Sida tak laporno pulisi sampeyan'.

Jare Mat Pithi, mbarek klecam-klecem:' Kurang ajar endi se ning, mondhong ngangkat peno munggah bis ambek peno tak etung wis onok ping telu kliwat nylerak-nylerekno resliting clonoku munggah-mudun kaet maeng. Lha nek kecepit gadahan kula, yok nopo sampeyan? Enten tah pulisi sing purun ngobati burung-kecepit-slerekan?'

Oh... dadi kaet maeng iku dudu slerekanku tah sing tak bukak? pantes ae pancet gak isok mlangkah munggah bis? batine Muslikah. Untung gak keuthik gandulnya, yo cak...

HUKUMAN MATI

Mat Pithi kate diukum mati. Dek-e sak konco, onok telu, merga perkara obat bius, ya kepeksa kudu njalani keputusane pengadilan mau.

Berhubung iki penjara demokratis, lan menjunjung HAM, mulakno untuk pelaksanaan ukuman mati mau disediakno pilihan, terserah endi sing dipilih, sesuai dengan hati nurani dan kemaslahatan bersama.

Pilihan mau onok telu, dibedhil endase, cekno muncrat kabeh isi utek-e. Opo digantung nganti melet. Pilihan sijine maneh, iki rodok suwe matine, disuntik virus AIDS.

Kancane sing siji milih dibedhil ae. Bareng ambek bengoke, 'MERDEKA !!', bedhil muni, 'DOR !'. Utek-e muncrat, arek iku langsung tebal, gak kathik kejet-kejet.

Sing sijine milih digantung. Tali dipasang ndik gulune, lantai ndik ngisore langsung mbukak. Arek sing maune pethitha-pethithi, langsung mendelik, melet.
Sikile rodok kejet-kejet, mari ngono gulune nekuk, bablas, wis...

Terakhir, Mat Pithi.

Arek iki milih disuntik virus AIDS ae. Masiyo dikandani, nek penderita AIDS iku akan mengalami siksaan sakit sing suwe, blas gak mangsah. Pokok-e milih disuntik virus AIDS. Titik !

Dokter sing kate nyuntik teka. Mat Pithi, durung-durung wis ngakak, nyepelekno.

Jarum suntik wis diiseni cairan virus AIDS, Mat Pithi tambah ngguyu cekakakan gak mari-mari.

Disuntik ping pisan, tambah banter ngguyune. Disuntik maneh, tambah ginjal-ginjal koyok wong gendeng. Ngguyu diget-getno.

Doktere takon, 'Onok opo sampeyan kok ngguyu?'

Mat Pithi tambah ngakak banter.

Dokter: 'Sampeyan gak wedi mbarek virus AIDS, tah?'

Mat Pithi nyauti: 'wedi? Gendeng-a!! Gak wedi aku. Ayo suntiken maneh'

Dokter: 'Opo-o kok gak wedi?'

Mat Pithi : 'Coploken kathok-ku iki. Deloken. Wong aku wis nggawe kondom. Jare nek nggawe kondom gak bakalan ketularan AIDS, he.......'

Mat Pithi ngakak terus ....

(sak iki bekne wis mati, antarane)

TEROWONGAN MEDURO

Mat Pithi dipilih Cak Narto dadi ketua lelang proyek pembangunan terowongan-meduro, gantine jembatan-meduro. Proyek jembatan meduro dibatalno, mergo Cak Narto wedi nek bakale jembatan sing dibangun bakal ambruk sak durunge dadi, lah yok opo sing jenenge wong meduro iki gak isok ndelok wesi nggletak, onok wesi nggletak langsung disaut langsung dirombengno.

Kontraktor sing melok lelang onok limo, loro teko suroboyo, loro teko jakarta terus siji teko sampang-meduro. Mat Pithi mulai ngelu endas-e, mergo kontraktor sing wis pengalaman teko suroboyo mbarek jakarta isok nyelesaikno
proyek minimal rong tahun, lah kontraktor siji teko meduro sing durung nduwe pengalaman isok nyelesaikno proyek cumak setahun.

Wis gak kesuen, Mat Pithi ngundang kontraktor teko meduro mau kajange di-introgerasi.

Mat Pithi : "Teknik opo sing sampeyan gawe kanggo nyelesekno proyek dalam waktu separuh teko waktu kontraktor liyane".

Kontraktor-Meduro : "Gampang iku pak!, saya ngeruk tanah dari surabaya, saudara saya ngeruk dari meduro terus kita bertemu ditengah-tengah"

Mat Pithi : "ooh ngono yo, tapi yok opo nek sampeyan gak iso ketemu pas nang tengah-tengah ?"

Kontraktor Meduro : "Sampeyan iku yak opo seh !, itu khan tambah bagus !, sampeyan bisa punya dua terowongan"

Mat Pithi : "Oooh pancen wong sempel !!!"

PODHO NAKALE

Pekarangan omahe Dul Kimpong pancen gedhe, ndadak tandurane ya akeh pisan, ono pelem, rambutan, juwet, jambu, lsp.
Nek pas usum woh-wohan Dul Kimpong mesti panen, tapi dasare medhit gak tau weweh nang tanggane.
Pas usum jambu, sore-sore Dul Kimpong mulih kantor, pas mlebu omah ndadak eruh si Klowor mudun teko wit jambu.
Kantong klambi karo kathoke kebek jambu. Dul Kimpong langsung ngamuk, Klowor dicekel diseneni.

"Oooo arek gak ngerti aturan. Njupuki jambune tanggane gak ngomong, iki jenenge maling, ling, ling, ling. Tak kandhakno bapakmu diajar kapok koen"

Diseneni ngono si Klowor gak wedi malah nyengenges karo ngomong "Oalah Pak De, Pak De. Sampeyan ajenge ngandhakno teng bapak kulo...nggih monggo. Lha wong bapak kulo nggih nyolong jambu sampeyan, lha nika bapak taksih teng nduwur wit"

NEK WIS TEKAN BANYUWANGI, TULUNG YO...

Muslikah ngeterno anak-e, Mintutilun, jik 5 taun, nang terminal, sing jurusan ngetan. Ambek nyidek-i pak sopir, Mat Pithi, ning Muslikah kanda, 'cak titip anak kulo, nggih. Engkin, nek pun dugi Banyuwangi, tulung larene sampeyan kandani, nggih'

'Nggih' semaure Mat Pithi. Wong sak kendaraan mau yo krungu kabeh.

Tapi, dasar Mintuntilun, masiyo jik cilik, bo... endel-e gak karuwan. Gak cumak endel, jugak criwis setengah ampun. Lha mosok, se, jik kaet tutuk Sidoarjo, wis takon karo kiwa-tengene, 'Niki pun Banyuwangi tah, lik ?'

Dijawab, 'durung, wuk. Iki jik Sidoarjo.

Lha ngono iku, cik ngecemes-e si arek wedok cilik.
Durung onok limang menit, wis takon maneh 'Pun dugi Banyuwangi, tah lik ?'

Mungkin ae arek iki jik durung tau sinau ilmu bumi.
Mestine lak eruh, se, nek 10 menit saka Sidoarjo iku lak paling jik tutuk Tanggulangin. Mari ngono yo jik Gempol, Porong, Bangil, Pasuruan. Banyuwangi yo jik embuh kapan tutuk.
Meh saben 5 tah 10 menit, terus ae Mintuntilun iki takon koyok ngono mau. Mat Pithi malah diparani, koyok gak percoyo mbarek omongane wong sing lungguh kiwa-tengene. 'Pak sopir, nopo dereng dugi Banyuwangi ?'

Embuh wis bosen krungu pitakonane Mintuntilun, embuh merga wis mulai kesel olehe nyetir, merga wis tekan Probolinggo, kathi yo wis bengi pisan, Mat Pithi njawab mbarek getem-getem, 'Durung, wuk. Iki jik Probolinggo. Banyuwangi ngono jik adoh. Wis talah,
ngene ae, Turuo, engko nek wis tekan Banyuwangi tak gugah'

Wong-wong sing ndik kiwa-tengene yo kanda koyok ngono mau, 'Nek wis tekan Banyuwangi tak gugah, wis. Turuo'.

Bareng dikandani nek Banyuwangi jik suwe, Mintuntilun nurut, arek iku turu nglekor. Dasar wis bengi pisan, kathik arek iku wis gak criwis takon terus, bis mau mulai sepi.

Gak cumak Mintuntilun sing turu, tapi jugak kabeh penumpang turu. Mat Pithi yo wis mulai loap-laop, angop. Surabaya kate nang Denpasar, apane gak adoh.

Ndilalah, wis, mergo wong sak bis pada keturon, Mat Pithi yo terus konsentrasi nyetir, yo wis lali mbarek Mintuntilun. Gak cumak wis ngliwati Banyuwangi, tapi malah wis nyabrang, kathik kira-kira yo wis cidek Denpasar.

'Ya... Allah' jare Mat Pithi. Dek-e eling nek kudu nggugah Mintuntilun. Mangka iki wis meh Denpasar.

Gak cumak Mat Pithi sing kaget lan rumangsa salah, meh sak bis yo melok ngrasa salah. Opo maneh dititipi arek cilik, kathik mau yo melok janji kate nggugah nek wis tekan Banyuwangi.

Mat Pithi rundingan karo penumpange, 'Yok opo iki, lha kebablasen tekan bali ngene'

'Iyo, sakno arek cilik iki'

'Yok opo nek mbalik ae, ngeterno arek iki nang Banyuwangi', jare Mat Pithi.

Merga kabeh rumangsa salah, mulakno kabeh setuju ae, balik nyabrang nang Banyuwangi, kate ngeterno Mintuntilun.

Arek iki dijarno ae cek turu terus. Sak aken nek ngerti nek sak jane bise wis ngliwati Banyuwangi.

Bareng wis tutuk Banyuwangi, Mat Pithi nggugah Mintuntilun. 'Wuk.. wis tutuk Banyuwangi. Age, ndang tangi'

Mintuntilun melek, terus mulet kepegelen. 'Pun dugi Banyuwangi ?'

'Iya, wuk....'

Mintuntilun terus ngadek, jingkrak-jingkrak, 'Hore wis tekan Banyuwangi...'

Kanda ngono maeng terus ambek mbukak kotak wadahe sego, langsung mangan.

Wong sak bis ndomblong ndelok kelakuane arek iki. Kok gak mudun, se ? Kok malah mangan ?

Mat Pithi inisiatif takon 'Kok gak mudun, wuk ?'

Ganti Mintuntilun sing bingung. Mudun ? Jarene: 'kulo ajeng teng Denpasar, kok lik. Lha ola nopo mandap ngriki ?'

Apane gak Mat Pithi mbarek penumpang liyane mendelik.
"Lha olah opo awakmu mau terus takon wis tekan banyuwangi barang ? Ibuk-mu ya kanda supaya aku dikongkon ngandani awakmu nek wis tekan Banyuwangi ?'

Mintuntilun njawab, 'Ngeten lho, lik. Ibuk wau wanti-wanti kulo, nek sego sing teng njero kotak niki angsal kula teda nek pun dugi Banyuwangi'.

Lho, dadi ? Diamput.. !!!

SAYANG, MANIS, KEKASIHKU

Kapan ika Dul Kimpong mampir nang omahe Mat Pithi. Dasar kanca lawas, ya disuguhi mangan barang.
Pas ngladeni mangan, Dul Kimpong heran ndelok cik mesrane Mat Pithi mbarek bojone, Saropah. Pamer tah yok opo arek iki, ngono batine Dul Kimpong.

Cobak tah,

'Duh, masakanmu enak tenan, sayangku...'
'Tulung, gawakno kopiku mrene, manis...'
'Duh, kekasihku, cik ayune nek pas ngene iki...'

Ngono iku mau, lho pembaca….
Dul Kimpong gak tahan, terus takon.

'Peno cik mesrane mbarek bojo peno, cak...'
'Dapak-an ngono, wong wis onok telung taun iki aku lali mbarek jenenge, kok. Kate nyebut jeneng kuwatir kliru mbarek jenenge gendakanku'

E... alah... Mangkakno.... Mat.. Mat...

KUCING JANCUKAN

Yu Markonah (YM) ketok duduk-duduk lemah ndik pekarangane. Ketok-e maneh ono sing dibungkus koran terus dicemplungno ndik bolongan lemah sing diduduk mau. Terus diurug.

Mat Pithi (MP), pas liwat ndik ngarep omahe yu Markonah mau. Ketok yu Markonah ngurug bolongan ndik pekarangane mau terus takon.

MP : 'Onten nopo, ning?'
YM : 'Iwak mas kulo matek', rodok sro-ol (mangkel)
MP : 'Sampeyan kubur teng ngriku tah?'
YM : 'Nggih', jawabane cekak aos.
MP : 'Lho bolongane kok gedhe? Wong cumak iwak mas mawon, se?'
YM : 'Iwak-e niku teng njerone wetenge kucing'
MP : 'Dikubur sareng-sareng, tah?'
YM : 'Nggih'
MP : 'Kucinge sinten?'
YM : 'Kucing jancukan sampeyan niku...!'

IKU AKU BIYEN, CAK!!

Kapananne, Mat Pithi sing diarani Cak Dingklik budhal nJihad, nyatane yo pancen lunga temen. Tapi gak nang Ambon, malah mik nang Suroboyo. Dhuwike lumayan akeh, wong entuk sangu gae budhal nang Ambon saka komendanne. Mulane, Mat Pithi malah rajin teka nang bar-bar tah hotel mewah, mik kepengin ngentekna dhuwik iku thok. Nang bar Hotel Kencana (onok gak iki?), Mat Pithi pesen Bir. Ndadak terus dicidheki arek ayu, tur klecam-klecem nggemesna. Mat Pithi yo koyok kucing mambu klothok langsung ae ngajak kenalan.
MP: "Kenalno Dik, aku Pithi, sampeyan?"
WW (wong wedok): "Aku Siti, Cak"
MP: "Dhewekan?"
WW: "Iya... kersa mampir tah?"
MP: "Nang endi?"
WW: "Yo omahku, mosok nang penjara?"
MP: "Hehehee.... arek ayu kok ndagelan... Kapan?"
WW: "Lha aku iki lak mik mampir, atene mulih.. saiki yo kena, Cak"
MP: "Ok..... gak diseneni Bapak tah Emakmu?"
WW: "Walaaah.... lha aku iki urip ijen kok, Cak..."
MP: "Yo wis... ayo tak terna... numpak apa?"
WW: "Mlaku ae, wis mik cidhek kono kok"
(MP barek WW mlaku srimbitan bareng-bareng)
Tekan omahe, ndadak MP langsung dipinarakna nang kamare Siti. Nang kamar kono onok komputer, ndadak murup, layare dikek-i gambar arek lanang ngganthengeee polll. Mat Pithi curiga terus takon.
MP: "Lho Dik Siti, iku gambar ngguk monitor iku sapa?"
WW: "Sopo hayo... bedheken...!"
MP: "Pacare tah?"
WW: "Duuk...."
MP: "Lha sapa? Bojomu tah?"
WW: "Tambah duduuuk.... pacar ae gak duwe, ndadak bojo"
MP: "Lha sapa... nyerah wis..." (ambek dheg-dhegan)
WW: "Iku ngono biyen aku, Cak... sak durunge operasi"
MP: "Haaaaah?! Cilokooooooo......"

GOLEK ULO

Saropah ngomong mbarek Mat Pithi lek deweke pengin duwe tas sing digawe teko kulit ulo mergo eruh Sulami ketemu blonjo ndhik Tunjungan nggowo tas kulit ulo.
Terang ae Mat Pithi morang-moring, jarene "Peno iku gak ngilo githoke dewe. Gajiku sewulan ae gak cukup gae tuku tas kulit ulo"
Saropah tetep ae nggereng-genteng njaluk ditukokno tas kulit ulo. Pokoke gak gelem kalah ambek Sulami bojone Dul Kimpong.
Mergo ditangisi bojone akhire Mat Pithi luluh atine "Yo wis saiki budhal ayo golek tas ulo ndhik Delta Plasa". Wong loro mau wis langsung budhal, gak lali Saropah dandane merok-merok, Mat Pithi nggae dasi cekne ketok wong sugih.

Ndhik salah sijine toko Mat Pithi takok ambek pelayane "Ning, tas teko kulit ulo iku piro?".
Pelayan : "Satu juta pak, harga pas."
Mat Pithi : "Wuikkkk, tas koyok ngono ae luarange rek"
Pelayan : "Lek pengin murah, sampiyan golek ulo dewe kono"

Sajake pelayane wong Duro, mangsuli sakenake udele dewe.

Mat Pithi ngajak molih bojone, jarene "Wis ngene ae dik, mene awake dewe nang alas mburu ulo." Saropah setuju.

Menene Mat Pithi mbarek Saropah mangkat nang alas ngisor gunung Semeru atene nggolek ulo, gak lali nggowo bedhil nyilih bedhile Marinir.
Tekan alas gak let suwe Mat Pithi eruh ulo sowo gedhe mlungker ndhik ndhukur uwit. Mat Pithi langsung nginceng, terus ... dor...., ulo di bedhil.
"Blug..." ulo tibo. Mat Pithi ambek Saropah alon-alon nyedaki ulo mau.
Bareng ngerti ulane wis koit, Mat Pithi langsung njupuk arit. Ulo dibedhel, dikekrek wetenge, isi wetenge diudhal-udhal.
Mari ngekrek wetenge ulo Mat Pithi misuh "Jancuk temenan"
Saropah takok "Opone Cak sing jancuk"
Jare Mat Pithi "Lha iki tiwas tak udhal-udhal wetenge, tibakno ulane GAK NGGOWO TAS"

BOJOKU AE...

Mat Pithi nontok sulap. Gumun, wis. Yok opo kate gak gumun, wong kok isok metu endog-e sak arat-arat. Sak umpama tah endog-endog mau wis disiapno, lha disimpen ndik endi?
Durung maneh pas dilebokno peti, ditaleni singset sak akeh-akehe. Petine dikunci saka njaba. Ngono iku lho, bareng petine dibukak sing metu kok dadi wong liya. Sopo wonge gak nggumun ?
Keplok membahana. Kabeh surak-surak. Tukang sulap pancen hebat, gawe pangeram-eram. Dibantu jin antarane. Tapi kok jarene cumak kecepatan tangan lan ilusi? Lak bingung tah.
Kabeh keplok. Plok-plok-plok.....
Kabeh mbengok. Ngok-ngok-ngok.....
Kabeh gumun. Mun-mun-mun.....
Mat Pithi ngadeg. "Hidup ! Hidup !"
Mat Pithi nyidek-i tukang sulap, takon "Opo rahasiane, cak? Uruk-ono opo-o aku"
Tukang Sulap njawab: "Iki rahasia. Iki rahasiaku kanggo golek sandang pangan. Nek kebongkar, aku matek gak isok mangan. Peno gelem tak kandani, mari ngono nek wis ngerti peno tak pateni?"
Mat Pithi mikir-mikir.
Mari ngono dek- kondo: "Yok opo nek bojoku ae sampeyan kandani rahasia mau..."

NEK WIS YAKIN KETULARAN RABIES

Mat Pithi biyayakan diuber asu. Terus dicokot. Apane gak bingung, wong jarene asu iku isok nulari penyakit rabies, je.
Mat Pithi mara ndik dokter Dul Kamdi, berobat. Sak wise dipriksa, doktere kanda mbarek Mat Pithi: "Peno wis onok tanda-tanda ketularan rabies, Mat. Cumak gak usah kuatir. Onok kok obate. Kono mledhing, tak suntik"
Mat Pithi manut, disuntik.
"Nek sido ketularan apa sing peno lakokno?"
"Gak repot-repot, dok. Wong aku sak iki wis nggawe daftare wong-wong sing katene tak cokot, nek wis genah aku ketularan engko"

SAROPAH KATENE MATEK ...

Mat Pithi nunggoki Saropah sing wis megap megap kate dead, polahe keracunan. Saropah mbrebes mili, raine pucet, awake lemes.

"Mat, aku kate ngomong" jare Saropah mbarek gak patek jelas.

"Ojok ngomong sik ta laah, awakmu durung kuat" .

"Gak Cak, aku kudu ngomong, cik nek aku mati gak nggowo dosa"

"Wis ta laah, gak perlu, tenangno pikiranmu. Nyebut, Paaah" ..

"Gak Cak, iki penting. Waktu koen luar kota Minggu wingi, aku nyeleweng mbarek Mat Kodir. Aku njaluk sepuramu ya Caak" jare Saropah mbarek napase ngos ngosan.

Mat Pithi ngelus rambute Saropah "Wis tah, gak usah mbok pikir. Aku wis weruh kok. Dapak gak ngono mosok koen tak racun dik."

TOTOHAN NGUYUH SAK NGGEN-NGGEN

Malem Minggu mat Pithi mampir nduk warunge cak Drokim sing mulai minggu wingi disulap dadi Cafe Semlohe.

Sakjane duwit yo gak gablek, tapi dasar Mat Pithi lak onok ae tah akale.

Melbu cafe gak langsung lungguh tah pesen opo, tapi muter nang mejane tamu-tamu kabeh karo bisik-bisik. Terakhir yo nyang cak Drokim sing nunggu nduk Kassa.

Mat Pithi (MP): Cak, ayo totohan.
Cak Drokim (CD): Opo maneh Mat?
MP : Ngene lho Cak. Aku mari meguru nduk Gunung Kawi. Entuk kesaktian.
CD : Opo iku? (Penasaran nih yeeee)
MP : Nek aku wis moco rapale, uyuhku isok muncrat adoh, Cak.
Misale kon ndekek ember nduk mburi kono, masiyo aku nguyuh nduk endi ae,
uyuhe iso langsung melbu nduk ember iku.
CD : Wuik, lak koyok peluru kendali Mat. Wok, kon iku gak masuk akal.
MP : Totohan tah. Gak titik cak, 500.000. Dekeken ember nduk endi ae. Aku tak nguyuh sembarang nduk endi, sak karepmu. Nek gak isok melbu ember kon tak keki 500.000,-, tapi nek isok koen mbayaro.

Cak Drakim mikir mikir. Gendeng beke arek iki. Tapi lumayan rek, 500.000.
"Yo wis Mat, awas atik mbujuk. Iku embere wis onok nduk kono".

"Lha lak ngono a, sekalian atraksi malam mingguan yo Cak".

Mat Pithi ngekeki isyarat nyang tamu kabeh, gak suwe kabeh metu situk situk, nggrombol nduk pintu masuk. Onok sing ngintip nduk jendelo.

Mat Pithi langsung action. Kabeh mejo diuyuhi sak enake, sambil mondar mandir gak karuan. Cak Drokim mlongo, lha wong uyuhe yo cumak ngotori ruangan Cafe, gak onok sing muncrat nduk ember. Uyuhe blakrakan, onok sing nduk mejo, onok sing nduk karpet, lengkap.

"Wis, wis, wis, gendeng kon Mat. Ayo kene 500.000.-"
"Sik talah Cak, tak jupuke duwikku" Mari ngono Mat Pithi marani tamu-tamu sing nunggu nduk njobo, njaluki duwik. Entuk akeh, terus sing limang atus ewu dikekno Cak Drakim sing jik mlongo.

"Yok opo sih Mat critane?"
"Biasa cak. Mau aku totohan mbarek tamu tamu iku nek aku isok nguyuh sak enake nduk Cafe-mu iki atik koen gak mungkin ngamuk. Wong wong gak percoyo. Yo tak jak totohan 200 ewuan. Gelem. Lha wong patlikur, lak aku entuk meh limang juta. Sing tak kekno koen paling lak cumak 10% gae mberseni Cafemu."
"Dancuk, dobol, asu, gendeng, wong edan koen Mat ......." Cak Drakim berok-berok.

"Melok a Cak" Mat Pithi kalem ae ngesaki duwike terus nyeluk taksi nyang Dolly maneh

PITIK HOMO

Ceritane tentang sebuah peternakan ayam.
Iki crita pitik-pitik ndik peternakane Mat Pithi. Ndik kono onok 25 pitik babon karo situk pitik jago, tapi wis ngurak, tuwo. Ndelok pitik jagone wis tuwo koyok ngono iku mau, sing mestine wis gak isok diarepno isok nglakeni babon sing sak mono akehe, Mat Pithi mutusno tuku jago situk maneh, sing jik enom.
Ndelok onok jago anyar, kathik jik enom, kabluk-ane mesti yo jik get, jago tuwo mau rumangsa kalah saingan. Biasane isok numpak-i babon selawe, hare... Iki kok onok arek nom. gak urung, babaon-babon yo ngrubung jago enom mau, kepengin ngrasakno dilakeni. Jago tuwo yo cemburu berat, guk ! Sopo gak mangkel, ndelok jago enom mau bolak-balik nyengklak babon-babon nganyeng mau iku.
Jago tuwo nyidek-i jago enom. "Dik, masiyo awakmu jik gagah, yo ojok serakah opo-o. Mosok babon selawe dipek kabeh, rek...."
Jago enom, sumbung, ngomong "Sak karepku tah, lik. Kate tak tumpak-i kabeh tah enggak, lak opo jare aku, tah. Opo maneh sing cidek-cidek aku yo pitik-pitik wedok iku dewe. Maeng mulo, tah, peno iku ojok loyo ngono. Pitik jago kok nyekuthuk koyok ngono, lik...", sinis.
"Iyo ae awak-awak iki wis umur akeh, cung. Biyen opo-o jik enom. Wedok-an selawe iku sopo sing numpak-i. Yok opo nek koen 15 aku sepuluh?"
"Gak isok, cak....."
"Wis, peno 20 aku limo ae", penjaluk-e jago tuwo memelas. Timbang enggak.
"Gak isok. Selawe iku aku kabeh...", pitik enom jumawa.
"Wis, aku 2 ae, peno sing 23", pitik tuwo tambah memelas.
"Gak isok ! Titik !"
Pitik tuwo nelongso. Biasa numpak pitik selawe, sak iki siji-sijio ae gak kumanan babar blas. Kabeh dipek jago enom.
"Wis ngene ae", jare jago tuwo. "Yok opo nek nganakno pertandingan. Sing menang oleh numpak-i pitik 25 kabeh, sing kalah ngaplo. Yok opo". Pitik jago tuwo nantang.
Nantang ? Batine jago enom. Pitik wis loyo karek matek-e ae kathik ngejak pertandingan ? Gak salah tah iki ?
"Ayo. Kate pertandingan opo, lik, tak ladeni"
"Mlayu !", jare pitik tuwo.
Mlayu ? Pitik tuwo koyok ngono iku ngejak balapan mlayu ? Wong mlaku ae wis srentengan ?
"Ayo !"
"Tapi aku njaluk syarat", jare jago tuwo.
"Opo syarate ?"
"Aku lak wis tuwo, tah. Aku tak mlayu disik. Nek wis kacek 10 meter, kaet koen mulai mlayu".
Cumak 10 meter ? Lha masiyo seket meter, tah, pasti isok tak uber. Ngono batine jago enom. "Ya wis. Ayo !".

Pitik loro mau mulai ancang-ancang. Pitik tuwo mulai mlayu ndisik-i. Begitu kacek 10 meter, pitik enom baru mulai mlayu. Tambah suwe jarak-e tambah cidhek. Pitik tuwo ambegane wis senen-kemis, mlayu, tapi yo gak isok banter. Tambah suwe jarak antarane pitik tuwo mbarek jago enom tambah cidhek.
Bareng karek sak meter maneh, ujug-ujug onok suwara bedhil "DER !". Pitik enom njengkang kenek bedhil manuk mau. Endase meh pecah keterjang timah pelurune bedhil manuk mau. Kejet-kejet sedhela, terus mati. Kukut wis ! Sing nembak mau Mat Pithi. Lho, ola opo ?
Mat Pithi nyidek-i bangke-ne pitik jago enom sing wis mati mau. Gak tambah ditulungi tah yok opo, malah ditendang-tendang, mbarek misuh-misuh. "Pitik jancukan. Wis ping sepuluh sak wulan iki aku mateni pitik. Angger-angger tuku mesti kliru pitik homo. Gak gelem numpak-i babon, malah nguber-uber pitik jago tuwo thok ! Dobol !"

Diuber Celeng

Sore-sore mari mulih angon, Bunali pethuk ambek Brudin.
"Waras ta !! " jare Brudin ndhik Bunali.
"Waduh dino iki aku meh mati disruduk celeng " jare Bunali.
"Lho kok isok ngono, yok opo ceritone ?" jare Brudin.
"Mau awan iku aku pethuk celeng, terus tak garai, tak kileni ambek pring dhadhak nguamuk. Aku diuber-uber katene disrudhuk, untunge iku celenge bolak-balik tibo kepleset, dhadhi aku sempet menek wit klopo". jare Bunali.
"Waduh cik sereme, lek aku sing ngalami wis pucet kepuyuh-puyuh gak karuan" jare Brudin.
"Lho, aku iyo ngono, kon pikir celenge kepleset opo ?"

S P G

Sore-sore onok cewek SPG teko nawakno panci nang omahe Wonokairun.
"Kulo nuwun. " jare cewek iku ambek nyepot sandal.
"Oo monggo, monggo pinarak. "jare Wonokairun.
"Nuwun sewu pak, ibu wonten Pak ?" takok ceweke.
"Waduh bojoku gak ndhik omah ndhuk " jare Wonokairun.
"Yen ngoten, kulo ngerantos mawon " jare ceweke maneh.
"Lho monggo. Anggepen koyok omah dhewe ndhuk " jare Wonokairun ambek ngejak cewek iku mau mlebu ruang tamu.
Mari ngono tamune ditinggal ngetren dhoro.
Pas Wonokairun mulih, tibake cewek iku sik lungguh nang ruang tamu.
Ketokane cewek iku wis kuesel ngenteni kudhu ngamuk ae.
"Ibu teng pundhi to Pak ?" takok cewek SPG iku.
"Bojoku lungo nang kuburan ndhuk" jare Wonokairun.
"Jam pinten mangke kondure ?" takok cewek iku maneh.
"Waduh gak weruh aku ndhuk. Wis onok limolas taun durung tau mulih "

PIKUN

Sore-sore Wonokairun nangis gerung-gerung ndhik pinggir embong ambek napuki sirahe.
Gak sui Bunali liwat, begitu ndhelok onok wong tuwek nangis langsung mandhek nakoni.

"Mbah, laopo sampeyan nangis ndhik pinggir embong ?" takok Bunali.

"Aku ndhuwe bojo anyar ndhik omah, sik tas ae tak rabi, umure 20 taun, sik enom, ayu, semlohe. " jare Wonokairun ambek nangis.

"Lho lak enak se sampeyan, laopo kok nangis lho ?." Bunali mulai bingung.

"Ngene lho cak, wis ayu, bojoku iku yo pinter masak. Opo ae kari njaluk, jangan asem, rawon, brengkes, sembarang sing enak-enak pokoke." jare Wonokairun.

"Lha kurang opo maneh sampeyan Mbah. Ngono kok sik mewek ae. " Bunali tambah bingung.

"Mari ngono yo, bojoku iku setia pol ambek aku. Lek onok sing nggudho langsung dikandhakno aku. " jare Wonokairun maneh.

"Lek ngono ceritane, lha terus opoko sampeyan kok nangis gerung-gerung gak mari-mari?" Bunali wis gak sabar meneh.

"Masalae aku lali ndhik endhi omahku . . . ."

MINIMARKET

Wonokairun lagi blonjo ndhik minimarket cedhak omahe. Sing dituku tibake daging kalengan gawe pakane kucing. Pas katene mbayar, Wonokairun ditakoni kasire.
"Mbah, lek sampeyan katene tuku pakan kucing iki, sampeyan kudhu mbuktekno lek sampeyan iku ndhuwe kucing. Aku khawatir lek tibake pakan kucing iki sampeyan emplok dhewe. " jare Bunali, kasire.

Wonokairun gak protes, mulih diluk, mbalike nggendhong kucing dipamerno ndhik Bunali.
"Iki kucingku " jare Wonokairun ambek mbayar daging kalengan gawe kucinge.

Sisuke Wonokairun teko maneh ndhik minimarket, saiki tuku biskuit balung pakane asu.
Pas katene mbayar, ditakoni maneh ambek Bunali.

"Mbah, sampeyan ndhuwe asu tah ?. Aku khawatir lek tibake pakan asu iki sampeyan emplok dhewe. " jare Bunali, kasire.
Wonokairun gak protes, mulih diluk, mbalike nuntun asu dipamerno ndhik Bunali.
"Iki asuku " jare Wonokairun ambek mbayar biskuit balung gawe asune.

Sisuke Wonokairun teko maneh ndhik minimarket, saiki nenteng kardus bekase indomi sing pinggire dibolongi sak driji.

"Mbah, sampeyan katene tuku pakane ulo tah ? " jare Bunali.

"Iki isine dhudhuk ulo. Cobaken tanganmu lebokno kene lek pingin ngerasakno. Wis tah tak jamin gak bakal nyatek. " jare Wonokairun.

Pertama Bunali rodhok wedhi, tapi mari dibujuk Wonokairun akhire Bunali kendhel. Drijine dilebokno ndhik bolongane kerdus. Tibake njerone onok gembuk-gembuke. Pas drijine ditarik maneh, ambune malih gak whuenak.

Bunali misuh-misuh gak karuan, "Diamput, ancene wong dhobhol, lha laopo aku sampeyan kongkon ndhemok tembelek."

"Saiki, oleh tah aku tuku tisu kamar mandi ? ".

MANCING

Sore-sore mari udhan, Wonokairun mancing nang got cilik ndhik ngarepe warunge Mbok Ten. Ambek rokokan klobhot, Wonokairun ndhodhok sarungan nyekeli pancinge.

Wong-wong sing katene andhok mesti ndhelok Wonokairun. Onok sing sakno, onok sing kudhu ngguyu, onok sing ngiro wong gendheng yo onok sing cuek ae. Gak sui Bunali teko katene andhok pisan. Bareng ndhelok Wonokairun koyok ngono langsung gak mentolo.

"Mbah, ayok melok aku mangan, wis tah tak bayari ojok kawatir. " jare Bunali.

Pertama Wonokairun isin-isin gak gelem, tapi mari dibujuk-bujuk akhire gelem.
"Sampeyan pesen panganan opo ae sak senenge," jare Bunali.

Mari mangan warek, Bunali ngejak Wonokairun ngobrol.

"Sampeyan mancing ndhik peceren kono mau mosok onok iwake ?" takok Bunali.

"Yo onok rek !! Lek gak, lha lapo tak belani ndhodhok sarungan sak uwen-uwen. " jare Wonokairun.

"Mosok se Mbah. Wis oleh iwak piro Sampeyan ?" jare Bunali gak percoyo.

"Awakmu sing ke limo . . ."

YUYU

Sore-sore Wonokairun dijak ngobrol ambek Bunali.

"Mbah. Jare arek-arek sampeyan wis rabi ping telu. Iyo tah ? " takok Bunali.

"Iyo bener. Tapi bojoku wis tebhal kabeh. " jare Wonokairun.

"Lho kok isok ?" jare Bunali.

"Sing pertama mati nguntal yuyu. " jare Wonokairun

"Lha sing kedua ?" takok Bunali

"Sing kedua mati nguntal yuyu. " jare Wonokairun.

"Lha sing ketiga yo nguntal yuyu pisan " jare Bunalu kemeruh.

"Gak. Matine mergo tak gibheng." jare Wonokairun.
"Lho opoko ?" takok Bunali.

"Soale gak gelem nguntal yuyu . . ."

NGUMBAH KUCING

Wonokairun tuku rinso ndhik tokone Bunali.

"Mbah, kok dengaren sampeyan umbah-umbah dhewe ?" takok Bunali.

"Aku katene ngumbah kucing" jare Wonokairun.

"Gak salah tah Mbah." Bunali bingung.

"Iyo soale kucingku akeh tumane." Jare Wonokairun.

"Wah yo isok mati kucing sampeyan Mbah" Bunali ngilingno.

"Lho koncoku wingi ngono, yo gak opo-opo" jare Wonokairun.

Mari mbayar, Wonokairun mulih katene ngumbah kucinge.

Sisuke, Wonokairun teko maneh ndhik tokone Bunali kate tuku rokok.

"Yok opo kucing sampeyan Mbah ?" takok Bunali.

"Kucingku mati " jare Wonokairun.

"Lho lak temen tah. Sampeyan iku tak kandhani gak percoyo. Laopo kucing atik diumbah ambek rinso, wong onok obat tumo" jare Bunali nyeneni.

"Kucingku mati gak mergo rinso" jare Wonokairun njelasno.

"Opoko lho ??" Bunali gak sabar.

"Tak peres . . . ."

PURIK

Sumar lagi enak-enak nontok bal-balan ndhik tv, moro-moro bojone ngeriwuki "Cak, lampu terase pedhot, tulung pasangno sing anyar po'o".

"Masang lampu ?!!!. Kon kiro aku iki PLN tah...!!! " jare Sumar muring-muring.

"Yo wis lek gak gelem, ngene ae cak, tulung benakno kran banyu ndhik jeding po'o cak, eman banyune amber-amber" takok bojone maneh.

"Mbenakno kran ?!!!. Kon kiro aku iki PDAM tah ...!!! " jare Sumar ambek menteleng.

"Lengo gase yo entek pisan cak, lek sampeyan tuku rokok aku tulung tukokno pisan po'o cak.." jaluke bojone.

"Dikandani jek nambeng ae arek iki, kon kiro aku iki PERTAMINA tah ..!!! " Sumar tambah mangkel.
Mergo mangkel diriwuki terus, Sumar minggat nontok bal-balan ndhik omah koncone.

Mulih jam loro isuk, Sumar kaget terase wis padhang. Pas wisuh ndhik jeding banyune yo wis gak amber maneh.
Sumar yo ndhelok lek jerigen lengo gase wis diisi full.

Isuke Sumar takok ambek bojone sopo sing nulungi.

"Ngene lo cak, mari sampeyan minggat mau, aku nuangis ndhik ngarep omah. Mari ngono onok arek lanang ngganteng teko. De'e takok opoko kok nangis. Aku yo cerito lek lampuku pedhot, kranku bocor,lengo gasku entek, bojoku purik. Lha de'e nawakno kate nulungi cumak onok sarate.... " bojone cerito.

"Opo sarate ?" Sumar mulai curiga.

"Sarate iku aku isok milih, nggawekno roti utowo nglencer karo de'e " jare bojone.
"Lha terus kon nggawekno roti opo..? " Sumar takok maneh.

"Nggawekno roti ?!!!. Kon kiro aku iki Pabrik Roti tah !!!..."

Bakul Bakwan

Enak-enak turu tengah wengi, anake cak Srondhol nuangis koyok wong kewedhen.
"Aku ngimpi mbah Kakung mati ..." jare anake.
"Wis gathik mewek, turuo maneh, iku ngono mek ngimpi" jare cak Srondhol.
Isuke onok interlokal ngabari lek Bapake Cak Srondhol kenek serangan jantung, mati.

Minggu ngarepe, anake nangis maneh tengah wengi.
"Aku ngimpi mbah Putri mati...." jare anake.
"Wis tha percoyo aku, iku ngono mek ngimpi, age ndhang turuo maneh" jare cak Srondhol.

Menene onok interlokal maneh lek ibuke cak Srondhol tibo kepleset ndhik jedhing, mati pisan.

Mari pitung dhinone ibuke, anake nangis maneh tengah wengi.
"Aku mimpi bapakku mati... " jare anake.
"Koen ojok percoyo ambek ngimpi, wis kono turuo maneh" jare cak Srondhol.

Mari anake turu maneh, genti cak Srondhol sing gak isok turu.
Ketap-ketip, pucet kewedhen dhewe, pas temenan aku kate mati pikire.

Isuke bojone cak Srondhol genti sing nangis berok-berok.
"Opoko koen iku isuk-isuk wis mbrebes mili ?" jare cak Srondhol.

"Iku lho Cak.... bakul bakwan langgananku mati...."

BABARAN

Bojone Turkan mbobhot guedhe, wis kari ngitung dino. Jare konco-koncone, onok dukun sekti jenenge Wak So sing isok mindahno lorone wong ngelairno seko ibuke ndhik bapake jabang bayi.

Mergo kepingin nyenengno bojo, Turkan manut opo jare konco-koncone. Pas wis wayahe, Turkan ngeterno bojone ndhik nggone Wak So. Karo Wak So, Turkan ditakoni kiro-kiro sak piro kuate nanggung lorone wong babaran.

Gawe permulaan Turkan njaluk seprapat dhisik.

Ambek Wak So, Turkan sikile dicancang tali rapia terus dikongkon cekelan amben sing kuat, soale masio mek seprapat, lorone wis gak ketulungan.

Mari moco aji-aji, Wak So mulai mindahno lorone bojone Turkan sing wis tambah mules.
Tibake Turkan menter gak bengok-bengok blas. Wak So bingung, cik kuate arek iki.
Malah Turkan njaluk ditambah maneh lorone.

Ambek Wak So dipindahno maneh lorone sampek separo. Tibake Turkan tetep menter gak keroso loro blas. Mergo sik keroso kuat, Turkan njaluk ditambah maneh lorone sampek telung prapat.

Masio bingung Wak So tetep nuruti panjaluke Turkan iku. Tibake Turkan sik pancet menter, cumak rodhok pucet sitik.
Jarene Turkan, "Wis Wak So, lorone kekno aku kabeh ae, cik bojoku gak usah ngerasakno loro blas".

Mari ambekan dhowo, Wak So ngepolno tenogone gawe mindahno lorone ndhik Turkan kabeh. Gak sui ngono bayeke langsung lahir. Bojone Turkan ketok seger mergo gak loro blas, bayeke yo seger, Turkan yo sik isok mesam-mesem.
Ambek Wak So, Turkan disalami, "Hebat awakmu nak".
Gak sui Turkan sak keluarga pamitan mulih.

Bareng katene mlebu montor, supire Turkan digugah mueneng ae, tibake wis mati .....

MULIH GASIK

Munawar, Sapari ambek Kelik kerjo ndhik pabrik paralon. Arek telu iki wis sui koncoan apik, cumak sayang Kelik wonge rodhok ndlahom sitik.

Arek telu iki niteni, ben dino bosse mesti mulih ndhisiki, jam loro awan
ngono wis amblas. Sui-sui arek telu iki mangkel kate melok-melok.
"Wis ngene ae rek, mene lek boss moleh awan, kene yo melok mulih awan pisan" jare Munawar.

Menene temenan, jam loro awan bosse wis mulih. Langsung ae arek telu iku melok amblas.

Munawar gak moleh tapi langsung nang bengkel mbenakno sekok sepeda montore.

Lek Sapari mek salin thok terus budhal mancing.

Kelik thok sing mulih omah, langsung njujug kamar.
Lawang kamare dibukak alon-alon, karepe kate ngageti bojone. Dhadhak malah Kelik dhewe sing kaget. Masalae pas lawange dibukak Kelik ndhelok bojone lagi turu ambek bosse. Mari ndhelok ngono, Kelik nutup lawange maneh alon-alon terus minggat.

Menene Sapari ngejak mulih gasik maneh, "Lumayan rek aku wingi oleh iwak tombro gedhe-gedhe".

"Ayok wis, aku tak melok kon mancing ae" jare Munawar.

Kelik thok sing gak gelem "Gak wis, gak athik!!!. Kapok aku".

"Lho opoko kon iku.?" takok konco-koncone.

"Soale wingi aku meh konangan.."

RP. 200,000

Sore-sore jam 3 onok tamu teko omahe Cak No.

"Kulo nuwun. Aku Kusen ning. Cacakmu onok tah ?" jare tamune.

"Sik durung mulih.. diluk ngkas paling, pinarak sik cak.." jare bojone Cak No.

Mari ngono arek loro malih asik ngobrol ambek ngenteni Cak No mulih.
"Sik tah ning, lek tak sawang-sawang sampeyan iku ayu lho athik seksi pisan'' Kusen mulai ngerayu.
"Peno jok macem-macem lho, tak kandakno bojoku tebhal sampeyan" jare bojone Cak No.

"Ngene lho ning, aku wis gak tahan maneh. Lek aku oleh sun pipi sampeyan pisan ae, dhuwik satus ewu iki jupuken" jare Kusen ambek ngetokno seket ewuan loro.

Pikire bojone Cak No, mek disun thok ae, gak bakal konangan, opomaneh jamane krismon lak lumayan tah.

"Yo wis, tapi diluk ae yo", jare bojone Cak No. Mari ngesun, Kusen ngekekno dhuwike.

"Tapi ning, aku sik gak lego lek gak ngesun karo-karone. Lek oleh ngesun sitoke, tak kei satus ewu maneh" jare Kusen.

Pikire bojone Cak No, yo gak opo-opo se, paling mek diluk koyok mau. Mari ngesun, Kusen ngetokno satus ewu maneh. Bojone Cak No sueneng gak karuan, "Sing iki pisan cak... gae bonus", jarene.

Mari ngono Kusen terus pamitan alasane kesuwen ngenteni Cak No gak teko-teko soale katene arep onok urusan liyo.

Gak sui, Cak No mulih. "Cak mau onok konco sampeyan teko jenenge Kusen, wonge uantik pol.." bojone cerito.

"Oh iyo pancen mbethik arek iku.. Jarene kate nyaur utang rongatus ewu, wis dibayar tah ?."

KASPO THOK ! ! !

Sudjak pamitan ambek bojone kate tuku rokok sedhiluk. Mari tuku rokok, dhadhak Sudjak kepethuk bekas pacare biyen. Gak keroso enak-enak sir siran dhadhak wis jam rolas bengi.

"Waduh blaen iki, isok mencak-mencak bojoku. Aku njaluk wedhakmu sithik" jare Sudjak ndhik bekas pacare. Mari njaluk wedhak, Sudjak pamitan mulih.

"Ndhik endhi ae peno iku Cak, tuku rokok nang Hongkong tah ?" bojone mulai purik.

"Ngene lho dhik, mari tuku rokok aku pethuk cewek ayu terus dijak sir siran sampek lali mulih" jare Sudjak.

"Cak.. cak.. modelmu ae athik sir siran barang.. se ndhelok tanganmu !!!" jare bojone Sudjak.

Pas didhelok, tangane Sudjak putih kabeh.

"Kaspo thok . .!!! Mene sampek konangan karambol maneh awas kon yo !!!"

JIN

Mari kekeselen ngerombeng gak oleh-oleh, Kayat katene ngaso ngisore wit asem, mripate nguantuk, sikile kemeng, wetenge lue. Sik tas katene keturon, dhadhak sikile ngincak botol. Bareng botole dijupuk dhadhak metu beluke, Kayat mencolot kuaget.

"Hua ha ha ha, jenengku jin botol, telu panjalukmu bakal tak turuti", jare jine.

"Gak percoyo aku, paling kon kate mbujuki aku. Biyen aku iki guanteng lan sugih, lha saiki aku malih ireng mlarat koyok ngene iki mergo dibujuki ambek jin", jare Kayat.

"Lho biyen iku be'e awakmu pethuk ambek jin kaspo, lha aku iki lak jin apikan tah, dhadhi wis gak usah khawatir. Opo maneh awakmu wis kadung koyok ngono, gak bakal isok luwih soro maneh, wis tah gak rugi pokoke. Lek gak percoyo, cobaken dhisik ae njaluk opo", jare jine maneh.

"Yo wis, awas lek awakmu mbujuki. Tak gibheng kon !!!. Sing pertama, aku kepingin ndhuwe dhuwik sak karung", jare Kayat

"Meremo dhiluk.." jare jine. Ting... Pas melek moro-moro ndhik ngarepe Kayat wis onok dhuwik sak karung, satus ewuan kabeh.

"Sik gak percoyo tah awakmu, saiki njaluk opo maneh .. ?" jare jine.

"Saiki .... aku njaluk omah mewah sak montore, pokoke lengkap sembarange" jarene Kayat.

"Meremo dhiluk.." jare jine. Ting... Pas melek moro-moro Kayat wis nang njero omah mewah. Kayat sueneng gak karuan.

"Lha saiki kari sithok panjalukmu sing isok tak turuti, pikiren sing temenan cik gak getun" jare jine.

Ambek merem-merem mbayangno, Kayat njaluk, "Aku kepingin kulitku malih putih wudho dirubung wong wedhok akeh".

Pas katene melek, samar-samar Kayat krungu suorone wong wedhok rame ambek keroso awake dicekel-cekel. Tapi kok mambu iwak pindang, pikire Kayat mulai curiga.

Bareng melek, Kayat kuaget lha kok wis nang tengah pasar, tibake Kayat wis dhadhi tahu. . .

MBAH JO

Mbah Jo dirawat ndhik rumah sakit. Jare doktere asmane wis kronis, irunge sampek dipasangi selang. Wis pirang-pirang dino iki mbah Jo meneeng ae koyok wong koma, mripate thok sing ketap-ketip.

Dikiro wis wayahe mangkat, anake nyelukno mudhin ben didungakno. Pas mudhine enak-enak ndungo, moro-moro Mbah Jo megap-megap gak isok ambekan, raine pucet, tangane gemeter. Nganggo bahasa isyarat mbah Jo nirokno wong nulis.

Anake ngerti maksute, langsung dijupukno kertas ambek pulpen. Ambek megap-megap, mbah Jo nulis surat. Karo siso-siso tenogone mbah Jo ngekekno surate iku mau nang pak Mudhine. Ambek Pak Mudhine kertase iku mau langsung disaki, rasane kok gak tepak moco surat wasiat saiki, pikire pak Mudhin. Mari ngesaki surat pak Mudhin nerusno ndungone.

Gak sui mari ngono mbah Jo mangkat. Akeh wong sing kelangan, soale masio sangar, mbah Jo iku wonge apikan.

Pas selametan pitung dinane Mbah Jo, Pak Mudhin diundang maneh. Mari mimpin ndungo, Pak Mudhin lagek iling lek dhe'e nganggo klambi batik sing digawe pas mbah Jo mangkat.
Lha ndhik sake lak onok titipan surate Mbah Jo tah, waduh selamet iling aku rek, pikire pak Mudhin.

"Derek-derek sedoyo, onok surat seko almarhum Mbah Jo sing durung tak sampekno nang peno kabeh. Lek ndhelok mbah Jo pas uripe, isine mestine nasehat kanggo anak putune kabeh. Ayok diwoco bareng-bareng isi surate".

Mari ngono pak Mudhin ngerogoh surat ndhik sake, bareng diwoco tibake munine..
HE.. NGALIO DHIN !!! OJOK NGADHEK NDHIK SELANG OXIGENKU !!!

ARGOWILIS

Onok wong papat podho gak kenale numpak sepur Argowilis jurusan Suroboyo Bandung.

Sing pertama ibu-ibu umure sekitar 60an. Ketokane termasuk keluarga ningrat lek ndhelok pacakane.

Sebelahe ibu-ibu iku onok cewek ayu koyok covergirl majalah umure sekitar 20an.

Ndhik ngarepe ibu-ibu iku mau onok tentara berseragam dinas, lengkap karo tanda jasane. Pokoke berwibawa, umure 50an.

Sebelahe tentara mau onok arek lanang gondrong umure 25an. Ketokane rocker.
Selama perjalanan, wong papat iku ngobrol macem-macem.
Sampek moro-moro sepure mlebu terowongan athik lampune mati, dhadhi petengan pol. Wong papat iku malih meneng kabeh.
Gak sui moro-moro onok suoro pipi disun terus mari ngono suorone wong dikaplok PLAK..!!!. Wis mari ngono sepi maneh.

Sing ibu-ibu iku mau mbatin," Wah hebat arek wedhok sebelahku iki, isok menjaga harga diri, gak gelem diperlakukan sembarangan".

Sing arek wedhok sebelae yo mbatin pisan,"Gak salah tah, sing ngesun mau iku, wong onok arek ayu koyok aku kok malah nenek-nenek tuwek sing disun".

Lha sing tentara iku ambek ngusap-ngusap pipine sing kenek kaplok melok mbatin pisan,"Jangkrik, gak melok ngesun tapi kenek kaplok. Dikiro aku pengecut tah, lek aku gelem gak usah ngenteni peteng. Wah tersinggung aku".

Arek rocker iku karo ngempet ngguyu melok mbatin pisan,"Kapan maneh rek, isok ngaplok kolonel gathik konangan. Padahal sing tak sun mau iku tanganku dhewe".

AVTUR

Uwar ambek Joko koncoan apik, karo-karone kerjo ndhik Lanud Juanda bagian pengisian BBM Pesawat.

Bengi-bengi pas udhan deres, Juanda sepi gak onok pesawat sing wani mudhun, wong loro iku malih nganggur gak onok gawean.

"Adem-adem ngene enake ngombe yo", jare Uwar.

"Wah iyo tepak iki. Awakmu tau krungu tah lek avtur iku isok diombe ?" jare Joko.
"Yo tau se, jarene lek ngombe avtur isok mak busss !!..kon wani nyobak tah ?" Uwar mulai gunggungan.

Mari ngono arek loro mbukak krane truk tanki avtur.
Wis tuwuk ngombe arek loro iku mulih terus keturon.

Isuke pas Uwar tangi, rasane awake sueger kuat.
Moro-moro onok tilpun muni, tibake Joko sing nilpun.

"Yok opo kon War..?" jare Joko

"Wah whuenak, kon yok opo ?" jare Uwar.

"Awakku yo sueger pisan. Kon gak teler tah ?" jare Joko.

"Gak blas, aku yo gak ngelu blas. Wis pokoke enak. Mene nyobak maneh tah ?" jare Uwar.

"Yo setuju, cumak aku kate takok, kon wis ngentut dhurung ?" takok Joko.

"Dhurung.." jare Uwar.

"Wah gawat iki. Wis pokoke kon ojok sampek ngentut yo. Diempet ae sak
kuatmu. ." jare Joko.

"Lho opoko masalae ..?" Uwar bingung.

"Soale aku saiki ndhik Banjarmasin.."

BOLONGAN

Sakri ambek Nasip mlaku budhal mancing. Moro-moro Nasip ndhelok onok bolongan guedhe.

"Eh ayok dites jerune sak piro se bolongan iki", jare Nasip. Sakri njupuk watu kali terus diuncalno ndhik bolongan mau. Sui gak onok suorone blas...

"Whuik jerune...", jare Sakri

"Watune kurang gedhe be'e, cobak kelopo", jare Nasip.

Sakri njupuk kelopo terus diuncalno maneh ndhik bolongan mau. Sepiii gak onok suorone.

"Whuik jerune...", jare Sakri

"Sik golek sing luwih gedhe maneh", jare Nasip.

Mari golek-golek, arek loro iku akhire nemu beton bekas bantalane rel sepur. Berhubung uabot, betone digotong wong loro terus disurung mlebu bolongan. Tapi yo ngono, suiii gak onok suorone...

"Cik jerune bolongan iki..", jare Sakri

Moro-moro seko semak-semak, onok wedhus mlayu katene nubruk arek loro. Selamete arek loro iku isok ngelesi, tapi sakno wedhuse sing kecemplung bolongan.

Kagete jik durung ilang, moro-moro onok Wak Dri nggowo arit takok nang arek loro iku.

"He rek, kon ndhelok sing nyolong wedhusku tah ? Tak bacoke wonge !!!'', takok Wak Dri.

"Wah gak ngerti Wak Dri, cumak sik tas ae onok wedhus kecemplung bolongan iku", jare Nasip.
"Oo gak mungkin.. dhudhuk wedhusku lek sing iku, wedhusku mau tak cancang ndhik betone rel sepur "

LARA MATA MANEH

Mat Pithi akhire ketemu ambek Doktere mata. Jare pak Dokter, matane Mat Pithi lara mergo kelenjar air matane gak berproduksi maneh.

Pak Dokter mata duwe akal, matane Mat Pithi dioperasi, saluran air mata disambungno ambek kelenjar air liur. Mari dioperasi Mat Pithi kerasa enak, matane gak pedhes maneh.

Tapekno Mat Pithi tambah soro. Yo'opo gak soro lha nek eruh panganan dudu cangkeme sing ngiler tapi matane sing mbrebes mili.

MAT PITHI LARA UNTU

Mat Pithi, arek mbethik, hobbyne nontok beskop. Paling seneng filem India. gak ilok. Pokok beskop Golden Gate, cidek jembatan Pethekan, Ujung, main filem India, gak kathik akeh pikiran, masiyo duwik bayaran sekolah, yo digawe.

Tapi sak iki Mat Pithi kepothokan. Lha yok opo, wong duwik sing kate digawe nontok bioskop iku katene digawe nambakno untune sing lara. Beskop mbayare sewu. Digawani bapake rong ewu, pas kanggo mbayar dokter gigi.

Ndik jalan Sasak, onok dokter gigi sing omahe gak patek adoh. Sing siji dokter gigi Bunali, sijine Awad Dahdah. Mat Pithi marani dokter gigi Bunali. Pas tekan njero dek e takon, 'pak dokter, cabut gigi mbayar pinten?'

Dokter Bunali kanda 'Rong ewu, cung'

'Oleh gak sewu?'

Dokter Bunali kanda mbarek mbanyol 'Oleh ae, pokok gak kathik dibius'. Batine Bunali, endi onok wong sing kuat dicabut untune gak kathik dibius.

Mari takon Mat Pithi metu saka ruangane dokter Bunali. Doktere nerusno ngladeni pasien liya.

Mat Pithi, mari saka dokter Bunali, mara nang dokter Awad. Ndaftar, njaluk dicabut. Gak suwe Mat Pithi dipanggil, terus dikongkon lungguh nang kursi pasien. Sak wise dipriksa, terus dijupukna suntikan bius. Mat Pithi disuntik. Pipine krasa abuh, kandel. Mari disuntik, Mat Pithi kongkon metu ruangan, ngenteni dipanggil maneh, kate dicabut untune.

Mat Pithi metu. Tapi gak ngenteni ndik ruang tunggu, malah mlayu nang dokter Bunali, kanda nek siap dicabut.

Dokter Bunali wis kadhung kemakan omongane dewe, yo kepeksa gelem ngladeni Mat Pithi. Dicabut nggak gawe bius. Bunali ya bingung, arek iki cik kuate dicabut gak dibius kok meneng ae. Mari dicabut, Mat Pithi mbayar sewu, terus lunga nontok beskop. Nursalim gedheg-gedheg.

Bareng wis dirasa wayahe, dokter Awad metu ruangan, kate njabut untune Mat Pithi. Didelok ndik ruang tunggu, endi arek iki. Ya, uwis....

Kapan-kapan, Bunali mbarek Awad ketemu, wong pancen sak tonggoan ae. Sering ketemu. Awad crita, nek dek-e tahu ngopeni pasien sing kuat banget. 'Tak cabut untune padahal gak tak bius iku, lho, Wad, gak ketok lara'.

Awad kaget, 'Arek-e ireng, klambi kotak-kotak?'

'Iya'

'Lha, iku lak pasienku. Mari tak suntik bius, dadak gak balik'.

MAT PITHI LARA MATA

Mat Pithi lara mata, matane kepeksa diperban loro-lorone. Lunga nang dokter mata dituntun anake mergo gak eruh dalan. Teko ndhik dokter mata langsung lungguh ndhik ruang tunggu, anake dikongkon mulih "Wis kono muliho, koen ngrewangi ibumu. Mari ditambani mengko aku isok mulih dhewe", anake langsung nggeblas mulih.

Bojone ndhik omah nunggu suwe Mat Pithi gak balik-balik. Akhire bojone nyusul nang dokter mata. Teko kono bojone eruh Mat Pithi ndhik ruang tunggu lungguh dhewekan. Eruh tulisan ndhik lawange ruang praktek dokter mata, bojone kaget, Mat Pithi diilokno "Ealah Pak, pak..lha koen ngenteni sampek jam-jaman ya gak bakal dipriksa. Lha iku ndhik lawang onok tulisane HARI INI TIDAK PRAKTEK".

NGENTUTAN

Yuk Jah lungo perikso nang dokter.

"Opoko sampeyan ning ?'' Jare doktere.

Yuk Jah terus cerito, "Iki lho dok, wis sak wulan iki aku malih ngentutan. Sak jam isok ping sepuluh aku ngentut. Cumak untunge, entutku iku gak mambu ambek gak onok suorone, dhadhi gak onok sing ngerti. Lha iki pas aku longgo ndhik ngarepe sampeyan ae wis ping telu aku ngentut. Tapi sampeyan gak ngerti tho, mergo iku mau, entutku gak muni ambek gak mambu. Cumak aku malih gak enak dhewe, mosok arek wedhok ngentutan ".

"Oh, ngono tah.. Lek ngono tebusen resep iki. Seminggu maneh mbaliko rene maneh" jare doktere.

Pas wis seminggu yuk Jah mbalik maneh nang doktere.

"Wis enakan tah ?" takok doktere.

"Aku gak ngerti obat opo sing dokter kekno wingi, cumak entutku saiki kok ambune malih bosok gak karuan. Sampek kudhu nggeblak aku. Tapi untunge entutku sik tetep gak muni", jare yuk Jah.

"Berarti saiki irung sampeyan wis gak buntu maneh. Saiki tebusen resep iki yo", jare doktere.

"Obat opo maneh iku pak dokter ?" takok yuk Jah.

"Obat kopok.."

Salesmen

Kapanane onok Salesman Vaccum Cleaner teko ndik omahku.

Ewangku durung sempet ngomong opo-opo moro-moro salesman iku mau langsung nyebarno tembelek wedhus ndhik karpet.

Jarene ngene ''Wis pokoke buk, lek sampek vaccum cleanerku iki gak isok nyedot, tak jamin tak emploke sithok-sithok tembeleke wedhus iku."

Jare ewangku "Peno kepingin didhulit sambel tha ngemploke ?".

"Lho opoko masalae ?'' salesmane takok.

"Lha peno gak ndhelok tha saiki lampu mati ..."

Template by : kendhin x-template.blogspot.com